Cari Blog Ini

bisnis paling gratis Photobucket Bisnis Dahsyat tanpa modal

Sabtu, 06 November 2010

Peranan Imunostimulan Dalam Meningkatkan Sintasan Benur Windu (Penaeus Monodon, Fab) Terhadap Serangan Virus Wssv


 


 

Ilmiah

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia, Makasar

Email: ilmi-umi@yahoo.co.id


 


 

ABSTRACT


 

Background:
The use of
Chemistry substances can give negative effect in enviroment and caused pathogen resistency. To avoid those problems, the effort to increase the immune system with enviromentally friendly was the best choice. The aim of the research is to know the type of immuno stimulant increasing the immunity larvae of tiger prawn tested by challenge with WSSV.

Methods: The research has been done in Disease and Pathology Laboratory of Research Institute for Coastal Aquaculture Maros, used tiger prawn post larvae 17-20. The research use completely randomized design with 4 treatments and 3 repetition: A (without immunostimulant), B Vitamin C (0,05 ppm), C (Vaccine Vibrio harveyii) and D (Vaccine virus WSSV). On the day twelfth have been using challenge tested with virus of WSSV concentration LC50. Result: The result of analysis of variance the use immuno-stimulant has significant (P< 0.05) effect on survival rates. The highest survival rates was shown by vaccine WSSV (53,33%), vaccine V. harveyii (41,66%), Vitamin C (38,33%) and without immunostimulant (20%).


 

Key word: Immunostimulant, Tiger prawn, WSSV, Survival rate


 

ABSTRAK

Latar Belakang: Upaya pengendalian yang dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan kimia dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan dan menyebabkan resistensi patogen. Untuk menghindari hal tersebut, usaha meningkatkan ketahanan tubuh dengan imunostimulan yang ramah lingkungan merupakan pilihan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan imunostimulan dalam meningkatkan sintasan benur windu terhadap serangan virus WSSV.

Metode: Penelitian telah dilakukan di laboratorium patologi dan penyakit ikan Balai Riset Budidaya Air Payau Maros, Sulawesi Selatan dengan menggunakan benih udang windu ukuran 17-20. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan A (tanpa imunostimulan), B (pemberian 0,05 ppm vitamin C), C (dengan pemberian vaksin Vibrio harveyii), dan D (pemberian vaksi virus WSSV). Pada hari ke-12 dilakukan uji tantang virus WSSV dengan konsentrasi LC 50.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian imuno stimulant memberikan pengaruh nyata (P< 0.05) terhadap sintasan benih udang windu. Nilai sintasan untuk masing-masing perlakuan adalah 53,33% (pemberian vaksi WSSV), 41,66% (vaksin V. harveyii), 38,33% (vitamin C) dan 20% (tanpa pemberian imuno stimulant.


 

Kata kunci: Imunostimulan, udang windu, sintasan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

 

PENDAHULUAN


 

Budidaya udang di tambak secara intensif telah berkembang sangat cepat dan produktifitasnyapun meningkat, sehingga udang merupakan primadona ekspor perikanan bagi Indonesia, namun akhir-akhir ini produksinya mengalami penurunan dan dilaporkan terjadinya kematian massal. Di Sulawesi Selatan penyakit udang didominasi oleh penyakit vibriosis yang menyerang udang umur rata-rata 2 bulan dengan tingkat serangan mencapai 100% (Anonim,1996).

Penyakit biasanya timbul beberapa hari setelah penebaran dan timbulnya penyakit ini diawali dengan adanya perubahan lingkungan yang mengakibatkan stres pada udang. Stres ini terjadi karena belum adanya penyesuaian dengan lingkungan yang baru. Pemilihan benur, pengangkutan, perubahan suhu, kurangnya oksigen terlarut, adanya gas dan senyawa beracun serta kurangnya makanan mengakibatkan timbulnya stres pada udang, akibatnya produksi antibodi berkurang sehingga imunitas atau kekebalan akan menurun.

Menurut Lo et al (1996), salah satu jenis virus yang sering menyerang udang adalah Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus (SEMBV) atau biasa dikenal dengan White spote baculo Virus (WSBV) atau White Spote Syndrome Virus (WSSV) merupakan penyebab penyakit yang menimbulkan kematian, penyebaran virus ini dapat mengkontaminasi post larva.

Pencegahan dan perluasan penyakit pada udang perlu dilakukan usaha pencegahan secara dini, untuk itu diperlukan diagnosis dan penanganan penyakit yang tepat (Chang dan Wang, 1992). Upaya pengendalian yang dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan kimia dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan dan menyebabkan resistensi patogen. Untuk menghindari hal tersebut, usaha meningkatkan ketahanan tubuh dengan imunostimulan yang ramah lingkungan merupakan pilihan yang tepat.

Udang windu seperti halnya crustaceae lainnya hanya memiliki respon kekebalan non spesifik, sehingga diperlukan cara untuk menginduksi kekebalan udang terhadap kemungkinanan serangan patogen. Beberapa substansi diketahui mampu meningkatkan respon kekebalan seperti Lipopolisakarida dan b-Glukan (Secombes, 1994). Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan jenis imunostimulan yang lebih baik dan mampu untuk memacu dan mengoptimalkan respon kekebalan non spesifik homosit udang.

Untuk mencegah terjadinya penyakit pada kegiatan budidaya, saat ini sudah dikembangkan beberapa metode, diantaranya probiotik atau persaingan antara faktor-faktor biologis. Alternatif yang sering dilakukan adalah vaksinasi atau indikasi kekebalan. Selain vaksin juga dilakukan tindakan pemberian imunostimulan berupa vitamin C.

Vitamin C merupakan bahan yang dapat meningkatkan keragaan benih yang dapat berfungsi sebagai stimulan untuk sistem pertahanan tubuh non spesifik sehingga merupakan suatu komponen penting untuk meningkatkan kekebalan non spesifik (Secombes, 1994). Sedangkan vaksin adalah suspensi patogen hidup yang sudah dilemahkan atau dimatikan, bagian dari patogen atau substrat yang merupakan produk patogen yang bersifat antigenik, imunogenik dan protektif apabila masuk ke dalam tubuh akan merangsang timbulnya antibody (ab) yang menyebabkan udang tahan terhadap patogen tersebut (Kamiso, 1996).

Aplikasi mengenai beberapa imunostimulan pada bidang budidaya perairan masih berada dalam tahap pengembangan dan penyempurnaan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh benih udang windu (Penaeus monodon) terhadap serangan penyakit yang disebabkan oleh WSSV.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan yang terbaik dari beberapa imunostimulan dalam meningkatkan Sintasan benur windu (Penaeus monodon, Fab) yang diuji tantang dengan White spote Syndrome virus (WSSV). Adapun manfaatnya adalah diharapkan dapat menjadi informasi dasar bagi masyarakat tentang imunostimulan yang terbaik dalam meningkatkan sintasan benur windu (Penaeus monodon, Fab).


 

MATERI DAN METODE PENELITIAN


 

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi dan Penyakit Ikan Balai Riset Budidaya Air Payau Maros, Sulawesi Selatan.

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Adapun perlakuan tersebut dengan beberapa imunostimulan, yaitu :

Perlakuan A    = Kontrol (tanpa imunostimulan).

Perlakuan B = Vitamin C dengan konsentrasi 0,05 ppm.

Perlakuan C    = Vaksin vibrio harveyi yang telah dimatikan dengan formalin 1%.

Perlakuan D = vaksin White spote syndrome virus


 

Persiapan

Tahap persiapan meliputi pengadaan dan persiapan alat dan sarana yang berhubungan dengan penelitian. Benur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah PL 17-20 yang diperoleh dari panti pembenihan di Barru. Benur yang baru datang diberi formalin 200 ppm selama 30 menit kemudian dilepas dalam bak fiber untuk aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas. Dua belas stoples yang telah disterilkan disusun secara acak dan diisi air sebanyak 2 liter kemudian dimasukkan 20 ekor benur udang windu ke dalam masing-masing wadah.

Vitamin C dan Vaksin Vibrio harveyi dan vaksin virus WSSV diaplikasikan masing-masing wadah percobaan pada hari ke 0, 4 dan 8 kemudian pada hari ke-12 dilakukan diuji tantang dengan menggunakan bakteri White spote Syndrome Virus (WSSV), 48 jam setelah uji tantang, selanjutnya dihitung sintasan udang.


 

Pembuatan Vaksin

Vaksin virus diperoleh dari hepatopankreas udang windu yang secara morfologis memepunyai bintik putih disebabkan oleh WSSV yang digerus hingga halus, kemudian dihomogenkan, disentrifugasi dan disaring dengan meggunakan filter millipore 450 nm. Filtratnya kemudian dimatikan dengan formalin 1% pada suhu 4oC kemudian disentrifugasi 5000 rpm selama 15-20 menit dan dicuci minimal 3 kali dengan laritan NaCl 0,85 % steril (larutan fisiologis).

Vaksin vibrio diperoleh dari kultur murni Vibrio harveyi dalam media cair (nutrien brouth), dimatikan dengan menambahkan formalin 1% selam 24 jam pada suhu 4oC, selanjutnya dicuci dengan NaCl 0,85% steril melalui proses sentrifugasi.

    

Penentuan LC50 Virus

Untuk mengetahui tingkat patogenitas virus WSSV terhadap benur windu, maka dilakukan uji LC 50 yang meliputi:

Uji Pendahuluan, Uji ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ambang atas (LC 100 -24 jam) adalah konsentrasi terendah dimana semua hewan uji mati dalam waktu eksposure 24 jam dan ambang bawah (LC0 – 48 jam) adalah konsentrasi tertinggi dimana semua hewan uji hidup dalam waktu eksposure 48 jam.

Uji Lanjutan, Uji ini dilakukan dengan menggunakan 9 (sembilan) konsentrasi dianatara nilai ambang atas dan nilai ambang bawah. Deretan konsentrasi tersebut ditentukan dalam interval logaritmik. Selanjutnya nilai LC50 diperoleh dengan cara analisis probit berdasarkan tingkat kematian pada masing-masing konsentrasi


 

Uji Tantang

Untuk mengetahui efektivitas imunostimulan yang telah diberikan maka dilakukan uji tantang pada hari ke 12 dengan menggunakan suspensi virus WSSV konsentarsi LC50 (konsentrasi virus yang mematikan 50% udang uji) sebanyak 12 cc setiap stoples


 

Pengukuran Peubah

Pengamatan sintasan dilakukan dengan membandingkan antara jumlah udang pada awal penelitian dan jumlah udang yang hidup pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) :

SR = x 100 %

dimana :

SR = Sintasan (tingkat kelangsungan hidup) dalam persen (%).

Nt     = Jumlah udang pada akhir penelitian (ekor).

No = Jumlah udang pada awal penelitian (ekor).


 

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap sintasan udang uji, jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda Nyata Terkecil (Hanafiah, 1997). Data kualitas air dianalisa secara deskriptif.


 

HASIL DAN PEMBAHASAN


 

  1. Sintasan Larva Udang Windu (Penaeus monodon Fab)

    Hasil pengamatan prosentase sintasan larva udang windu (Penaeus monodon Fab) setelah dilakukan uji tantang dengan bakteri Vibrio harvey pada jam ke 48 dapat dilihat pada Tabel 1.

     


     

        Tabel 1. Rataan Sintasan Larva Udang Windu (Panaeus monodon Fab) Setelah

    Diuji tantang Dengan Virus WSSV pada jam ke-96

    Perlakuan (Jenis Imonostimulan)

    Sintasan (%) 

    A = Kontrol (tanpa imunostimulan 

    20,00 a

    B = Vitamin C konsentrasi 0,05 ppm 

    38,33b

    C = Vaksin vibrio harveyi

    41,66 bc

    D = Vaksin WSSV 

    55,33c

        

     

    Dari Tabel 1 dan Gambar 2, terlihat bahwa sintasan benur windu (Penaeus monodon Fab) tertinggi diperoleh pada perlakuan D (penambahan vaksin WSSV) yaitu sebesar 55,33%, disusul Perlakuan C (penambahan Vaksin Vibrio harveyi) sebesar 41,66%, kemudian perlakuan B (dengan penambahan vitamin C dengan konsentrasi 0,05 ppm) sebesar 38,33% dan terakhir perlakuan A (tanpa imunostimulan) sebesar 20 %.

    Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sintasan benur windu (Penaeus monodon Fab) dengan penambahan imonostimulan berbeda sangat nyata (P< 0,01), Idengan kontrol, ini berarti bahwa efektifitas imonostimulan memberikan pengaruh yang kuat terhadap peningkatan sistem kekebalan benur windu (Penaeus monodon Fab) untuk menekan mortalitas dari serangan vitus white spote syndrome virus (WSSV).

    Hasil uji lanjut BNT diperoleh perlakuan A (Tanpa imunostimulan), berpengaruh nyata (P < 0,05) dengan perlakuan B, dan sangat nyata (P < 0,01) dengan perlakuan C dan D. Namun perlakuan B dan C serta perlakuan C dan D tidak berbeda (P >0,05). Tingginya sintasan benur windu (Penaeus monodon Fab) pada perlakuan vaksin white spote syndrome virus (WSSV), hal ini disebabkan karena vaksin yang dibuat dari kultur murni virus white spote yang mampu mengaktivasi limfosit, demikian pula pada perlakuan dengan penambahan vaksin Vibrio harveyi yang juga diperoleh dari kurtur murni Vibrio harveyi. Antigen atau lipopolisakarida diperoleh dari kultur murni Vibrio harveyi berasal dari dinding sel negatif limfosit yang teraktivasi berubah menjadi sel T dan sel B yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel plasma yang mampu memproduksi antibodi.

    Salah satu cara penanggulangan penyakit adalah dengan imunoprofilaksis yaitu meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, kekebalan terhadap penyakit dapat dipacu dengan pemberian imunostimulan termasuk vaksinasi dan vitamin (Anderson, 1992).

    Menurut Alday-Zanz (1995), bahwa udang memiliki sistem kekebalan tubuh promitif dibanding dengan vertebrata. Udang tidak memiliki imunoglobin dan limfosit T dan hanya tergantung pada respon inflamasi. Dalam hal ini, fagositosis memainkan peranan utama dan dikatakan sebagai mekanisme pertahanan seluler utama yang dilakukan oleh sel hyalin. Partikel-partikel asing difagositosis oleh haemosit dan dilumpuhkan dalam agregat-agregat nodular dari hyalin atau dienkapsulasi oleh sel.

    Lebih lanjut dikatakan bahwa aktivits dari reaksi seluler ini berhubungan dengan sistem oksidasi profenol (Pro-PO). Pro-PO sistem disimpan dalam granula dari haemosit granular dan semi granulat dan dilepaskan kedalam haemolif jika bertemu dengan benda asing. Produk akhir dari reaksi enzimatis ini adalah melanin, melanin mempunyai efek biosidal, oleh karena itu prose malanisasi sering dibarengi dengan reaksi pertahanan seluler.

    Pada perlakuan B (dengan penambahan vitamin C dengan konsentrasi 0,05 ppm) dengan sintasan 33,33% lebih tinggi dari perlakuan A (kontrol) dengan sintasan 20%. Akiyama (1992) menyatakan bahwa pada prinsipnya fungsi vitamin C untuk membantu menanggulangi pengaruh merugikan yang timbul akibat stress karena lingkungan, mengurangi kemungkinan keracunan karena pencemaran air, membantu pertahanan imun terhadap bekteri dan membantu pembentukan formasi kolagen.

    Pada perlakuan A (kontrol) dimana tanpa pemberian imunostimulan terlihat sintasan benur windu yang rendah pada semua perlakuan (20%), karena ketidakmampuan melawan serang virus WSSV pada saat uji tantang sehingga banyak benur windu yang mati.


     

  2. Kualitas Air

    Hasil pengamatan terhadap rataan kualitas air media pemeliharaan larva udang windu yang didapatkan selama pemeliharaan, ditampilkan pada Tabel 2.

     


 

    Tabel 2. Kisaran Data Pengamatan Beberapa Parameter Kualitas Air Media Uji

Parameter 

Rataan Hasil Pengukuran 


 

Awal 

Akhir 

A 

B 

C 

D 

Suhu (oC)

29,1 

29,2 

28,3 

29,3 

28,3 

Salinitas (o/oo)

28 

29 

29 

28 

29 

PH 

8,068 

8,06 

8,12 

8,25 

8,20 

NH4 (ppm)

0,806 

0,873 

0,889 

0,852 

0,905 

    

 

Salinitas merupakan salah satu peubah kualitas air yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan larva udang windu. Salinitas media pemeliharaan yang didapatkan selama penelitian berkisar 28 – 29 ppt yang masih berada pada batas optimal kehidupan larva udang windu. Hal ini sejalan dengan hasil temuan Nurdjana dkk. (1988), bahwa untuk pertumbuhan optimal larva udang windu memerlukan kisaran 28 – 32 ppt. Sedangkan Semeru dan Anna (1992) batas yang layak untuk pertumbuhan larva udang windu adalah 12 – 30 ppt.

Derajat kemasaman (pH) media pemeliharaan larva udang windu yang didapatkan pada semua perlakuan selama penelitian berkisar 8,06 – 8,25, dimana berada dalam batas pH yang layak untuk kehidupan udang. Menurut Darmadi dan Ismail (1993), kisaran normal pH air untuk kehidupan udang bekisar antara 7,0 – 8,6.

Untuk menjaga kestabilan kehidupan larva udang windu selama pemeliharaan dibutuhkan suhu yang stabil. Kisaran suhu media pemeliharaan larva udang windu yang diperoleh pada setiap perlakuan adalah 28,3 – 29,3 ºC, dimana suhu tersebut masih mendukung larva udang windu untuk hidup dan berkembang. Hal senada dikemukakan oleh Darmadi dan Ismail (1993), bahwa suhu perairan yang baik bagi pertumbuhan dan kehidupan udang adalah 29 – 30 ºC walupun udang masih dapat hidup pada suhu 18 ºC dan 36 ºC, namun udang sudah tidak aktif. Sedangkan Manik dan Mintardjo (1983) menyatakan bahwa larva udang windu mempunyai kisaran suhu optimal bagi pertumbuhannya yaitu 29 – 31 ºC.

Amonia dalam air terdiri dari dua bentuk, yaitu amoniak (NH3) yang bersifat racun dan amonium (NH4) yangtidak bersifat racun, dimana amonia dihasilkan dari perombakan bahan-bahan organik. Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran amonium (NH4) selama penelitian adalah 0,852 ppm – 0,905 ppm. Menurut Haryanti et al (1992), kisaran amonium (NH4) masih aman dalam media adalah lebih kecil dari 1, 5 ppm, kirasan ini masih layak dan tidak membahayakan larva udang windu.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter kualitas air, secara umum kualitas air media masih layak dan menunjang pertumbuhan dan sintasan larva udang windu.


 

KESIMPULAN DAN SARAN


 

Kesimpulan

  1. Imonostimulan dari vaksin virus WSSV memberikan sintasan tertinggi pada benur windu (Penaeus monodon Fab), menyusul vaksin Vibrio harveyi, dan vitamin C.
  2. Kualitas media lingkungan sangat mendukung kehidupan banur windu (Penaeus monodon Fab)


     

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut terhadap beberapa kombinasi jenis imonostimulan dan pemberian vaksin yang berulang agar dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh pada udang dalam upaya menekan kamatian dari serangan virus white spote symdrome virus (WSSV)
dan serangan penyalit lainnya


 

DAFTAR PUSTAKA


 

  1. Alday-Sanz V., 1995. Technical Report in Short Course on Shrimp Disease and Health Management, SpSNC – Levalin International Inc., in Association with International Development Program of Australian University and Colleges, PT. Hasfrom Dian Konsultan, Makassar.


     

  2. Anderson, D.P.,1992. Disease of Fishes. Book 12 : Fish Immunology. Ed. By S.F. Snieszko dan H.R. Axelrod, TFH. Pub., Nepture City.


     

  3. Anonim, 1996. Sistem Resirkulasi Pada Tambak Udang, Majalah Primadona Perikanan, Edisi Oktober 1994, Jakarta.


     

  4. Chang, P.S. and Y.C. Wang. 1992. Infection of White Spot Syndrome Association With non-Occluded Baculovirus and Wild Crustacean in Taiwan. SIP 29 th Annual Meeting and III rd International Colloqium of Bacillus Thuringiensis (Abstrac)


     

  5. Darmadi dan A Ismail., 1993. Tinjauan Beberapa Faktor Penyebab Kegagalan Usaha Budidaya Udang di Tambak. Dalam Prosiding Seminar Sehari Hasil Penelitian. Sub Balai Perikanan Budidaya Pantai, Bojonegoro – Serang, Cilegon, 11 Maret 1993.


     

  6. Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor, 122 Hal.


     

  7. Haryanti, M. Takano, S. Ismail, 1992. Pengelolaan Hatchery Udang, hal 26 – 33. Proseding Temu Karya Ilmiah. Denpasar, 3–4 Desember 1992, Bali.


     

  8. Kamiso, H.N., 1996. Metode Pencegahan Hama dan Penyekit Ikan Karantina Dengan Menggunakan Vaksin, Makalah disampaikan pada seminar Hama dan Penyakit Ikan Karantina. 13 Desember 1996. Cipanas Bogor. 18 hal


     

  9. Manik, R. dan K. Mintardjo, 1983. Kolam Ipukan. Dalam Pedoman Pembenihan Udang Penaeid. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.


     

  10. Nurdjana, M.L.B., Martosudarmo dan B. Saleh, 1988. Pengelolaan Pembenihan Udang Penaeid. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.


     

  11. Lo, C.F., J.H. Leu, C.H. Chen, S.E. Peng. Y.T. Chen, Yen, C.H. Huang, H.Y. Chou, C.H. Wang, and G.H. Kou. 1996. Detection of Baculovirus Assosiatied With White spot Syndrome (WSBV) in Penaeid Shrimps Using Polymerase Chain Reaction. Dis Aquat Org, 25 : 133-144


     

  12. Scombes, C.J. 1994. Enhancement of Fish Phagocyte Activity. Fish and Shellfish Immmunology, 4 : 421-436.


 

  1. Sumeru, S.U., dan S. Anna, 1992. Pakan Udang Windu Penaeus monodon. Kanisius. Jakarta.


 


 

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA UDANG


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Oleh :

    Nama    :    Galih Aditya Raharjo

    NIM    :    B1J008046

    Rombongan:    VI

    Kelompok    :    5

    Asisten    :    Ratna Dwi Hirma W


 


 


 


 


 


 


 


 


 

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II


 


 


 


 


 


 


 

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2010

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengamatan Chemoreseptor pada Udang (Macrobrachium sp.)

Perlakuan 

Waktu 

Flicking 

Withdraw 

Wiping 

Rotasi 

Mendekati pakan 

Ablasi antenula 

I 15' 

8'.20"

2'.27"- 9'.41"

10'.35"-10'.46"

11'.38''-13'.01"

  

13'.47"

14'.14"

II 15' 

2'.56"-3'.7"

5'.27"-5'.33"

56"-1'

3'.7"-3'.17"

6'.10"-6'.22"

9'.40"-9'.45"

10'.43"-10'.56"

12'-12'.10"

14'.20"-14'.26"

7'.35"-7'.37"

 

7'.13"

9'.13"

11'.53"

12'.54"

13'.24"

Normal 

I 15' 

11'.57"

12'.56"

4'.59"

8'.8"

4'.11"

16'.10"

13'.20"

14'.41"

II 15' 

27''-37"

5'.27"-5'.33"

1'.43"-1'.45"

2'.27"-2'.30"

3'.39"-3'42"

6'.51"-6'.53

7'.35"-8'

8'59"-9'5"

10'26"-10'33"

 

5'.52"

4'.31"

11'53"

13'45"

14'

Ablasi mata 

I 15' 

6'.59"

10'.40"

    

II 15'

2'

11'.48"

5'.8"

5'.56"

7'.13"

7'.37"

8'.31"

9'.09"

 

3'.40"

3'.48"

4'.23"

5'.39"

7'.26"

8'.27"

9'.43"

12'.32"

14'.07"

14'.46"

Ablasi total 

I 15' 

    

2'.5"

II 15' 

     


 

I    : 15 menit pertama

II    : 15 menit kedua


 


 

B. Pembahasan

Udang air tawar mempunyai banyak jenis dan macamnya. Diantaranya adalah Udang Galah (Macrobrachium rossenbergii) dan Udang Amazon (Macrobrachium amazonicum). Meskipun berasal dari genus yang sama, namun keduanya terletak jauh secara geografi, mempunyai ciri-ciri biologikal yang berbeda yang mungkin lebih berkembang pada Udang Amazon (Araujo and Valenti, 2007). Hasil percobaan yang dilakukan menyatakan bahwa pada keadaan normal dalam waktu 15 menit pertama terdapat gerakan flicking, withdraw, wiping, rotation, dan mendekati pakan, sedangkan pada 15 menit kedua hanya terdapat gerakan flicking, withdraw, rotation, dan mendekati pakan. Perlakuan dengan ablasi antenulla pada 15 menit pertama terdapat gerakan flicking, withdraw, dan mendekati pakan, sedangkan pada waktu 15 menit kedua terdapat gerakan flicking, withdraw, wiping, dan mendekati pakan dengan intensitas yang sering. Perlakuan dengan ablasi mata pada 15 menit pertama hanya terdapat gerakan flicking dengan intensitas yang sedikit, namun pada 15 menit kedua terdapat gerakan flicking, wipping, withdraw, dan mendekati pakan dengan intensitas yang lebih sering. Perlakuan lain yaitu ablasi total pada 15 menit pertama hanya terdapat gerakan rotation,namun 15 menit kedua tidak terdapat lagi respon gerak, karena organ-organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang.

Udang yang paling responsif terhadap pakan adalah udang dengan perlakuan ablassi mata pada waktu 15 menit kedua, dimana setiap beberapa menit udang aktif mendekati pakan yang diberikan. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Storer(1975), yang menyatakan bahwa antenulla pada udang galah (lobster) merupakan struktur sensor yang dapat bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta menghindari predator. Perlakuan ablassi mata memang seharusnya merupakan gerak yang paling responsif terhadap pakan, karena fungsi dari antenulla tersebut dimana fungsi dari antenulla masih bekerja dengan baik sebagaimana diungkapkan Storer(1975), yang menyatakan bahwa antenulla pada udang dan antenulla panjang adalah struktur gerakan yang berfungsi untuk menerima rangsang yang datang dari lingkungannya. Fungsi lain dari antenulla ialah sebagai media komunikasi antar hewan, yaitu menengkap stimulus kimia berupa pheromon dari hewan lawan jenis (Roger,1978), juga untuk mengetahui posisi tubuh (Ache,1975).

Chemoreseptor adalah alat indera yang bereaksi terhadap zat-zat kimia, dalam hal ini adalah pakannya (Radiopoetro,1977). Chemoreseptor dikenal ada dua macam, yaitu untuk mengenal stimulus yang berasal dari sumber yang jauh dari tubuh, berupa rambut-rambut pada antenulla dengan nilai ambang yang sangat rendah. Stimulus cukup berupa gas dengan konsentrasi rendah dan untuk mengenal stimulus yang datang dari sumber yang dekat dengan tubuh terdapat pada palpus maxillaris dan sering pada torsi dengan nilai ambang tinggi (Ville et.al, 1988). Chemoreseptor menurut Gordon(1982), berfungsi untuk mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, dan tempat hidupnya, dan juga dipakai untuk mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak kelamin(malting), dan mendeteksi adanya musuh. Tahapan gerak udang untuk mendekati pakan adalah flicking, withdraw, mendekati pakan, rotation, kemudian wiping (Pearson, 1979).

Mekanisme stimulus yang sampai ke udang dan diterima oleh organ chemoreseptor adalah senyawa yang terkandung dalam pakan yang dimasukkan ke dalam air akan berdifusi dalam air menjadi bentuk-bentuk ion-ion, sehingga menimbulkan aroma yang khas bagi udang. Rangsangan ini diterima oleh chemoreseptor melalui antenula dan ditransformasi ke otak oleh neuron efferent, kemudian otak akan memprosesnya menjadi tanggapan yang kemudian akan diteruskan ke organ melalui neuron afferent, selanjutnya organ reseptor melakukan gerakan sesuai informasi dari otak. Berdasarkan mekanisme ini dapat diketahui bahwa organ chemoreseptor udang terletak pada antenulla yang berfungsi untuk merespon kehadiran pakan yang beraroma khas sebagai stimulus zat kimia (Roger, 1978). Faktor yang mempengaruhi udang mendekati pakan antara lain berupa sensori berupa kimia, cahaya, osmotik, rangsangan mekanik dan adanya chemoreaktant yang dikeluarkan oleh pelet/pakan. Chemostimulan yang dimasukkan pada lingkungan yang terkontrol untuk beberapa spesies Crustaceae, mampu memacu perilaku makan, dan dalam kondisi alami, udang menunjukkan respon rangsangan pada campuran kimia yang sangat sinergis (Harpaz,1990).

Menurut Devine and Ateme (1982), udang mempunyai 3 organ chemoreseptor utama, yaitu antenulla bagian medial, antenulla bagian lateral dan segmen dactylus probandial dari kaki jalan yang secara fisiologis hampir sama. Organ tersebut dapat berfungsi untuk membau dan merasai. Dua pasang kaki jalan pertama dan reseptor bagian antenulla lateral tidak dilengkapi bulu aesthetase yang mempunyai fungsi dalam orientasi secara kimia.

Aktivitas atau gerakan antenula yang dilakukan oleh udang meliputi flicking, wipping, withdraw dan rotation. Gerakan flicking dan withdraw merupakan gerakan pelecutan. Pelecutan bukan merupakan aktivitas asimetri, pelecutan antenulla yang satu tidak tidak dipengaruhi oleh antenulla yang lain. Flicking adalah gerakan pelecutan antenulla ke depan dan berfungsi untuk menerima sinyal kimia dari pakan, sehingga keberadaan pakan dapat diketahui. Withdraw merupakan gerakan menarik antenulla ke depan dan melecutkannya ke belakang dan berfungsi untuk mempertahankan diri. Wipping merupakan gerakan pembersihan antenula dan berfungsi untuk membersihkan mulut. Rotation adalah gerakan antenula yang berputar dan berfungsi untuk menghambat rangsangan dari udang-udang lain (Pearson, 1979). Storer (1957) menyatakan bahwa rotation antenulla berupa pergerakan dari bagian proksimal ke bagian medial dan biasanya antenulla mengarah pada sisi yang sama. Pembersihan antenulla berfungsi untuk membersihkan rambut-rambut aestectacs yang biasanya terjadi bila ada rangsang yang ditimbulkan oleh mekanisme rangsangan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa chemoreseptor pada Macrobrachium sp. berfungsi untuk mengenal stimulus yang berasal dari sumber yang jauh dari tubuh atau mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, dan tempat hidupnya, dan juga dipakai untuk mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak kelamin (malting), dan mendeteksi adanya musuh.


 

  1. Saran

Pada acara praktikum Fungsi Chemoreseptor pada Udang ini, sebaiknya praktikan benar-benar memperhatikan perilaku udang yang telah diberi berbagai perlakuan.

.DAFTAR REFERENSI


 

Ache,B.W. 1975. Antenular Mediated Host Locationby Symbiotic Crustaceans Mar Behaviour Physiology. The Mac Millan Company, New York

Araujo, M. C. and W. C Valenti. Feeding habit of the Amazon river prawn Macrobrachium amazonicum larvae. Aquaculture 265 (2007) 187–193.

Devine, D.V., & J. Ateme. 1982. Function of Chemoreceptor. Organ in Spatial Orientation of Lobster, Humerus anericanus Defference and Overlap. Boston University Marine Program : Biological Laboratory, Boston.

Goldman, J. A., S. N. Patek. 2002. Two Sniffing Strategi in Palinurid Lobster. Biologi Departement, Duke University, Durham.

Gordon, S. M. 1982. Animal Physsiology Principle and Adaptation. Mc Milan Publishing Co, New York.

Harpaz,S. 1990. Variability in Freeding Behavior of Malaysian Prawn Macrobrachium Rosenbergii de Man during The Molt Cycle. E.J. Brill, London.

Pearson, W. H. 1979. Theresoid for Detection and Behaviour in The Dangerous Crobs. Marine Research Laboratory, Sergum, USA.

Radiopoetro. 1978. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Roger. 1978. Physiology of Animal. Prentice-Hall Inc., New York.

Storer, T.I. 1957. General Zoology. McGraw-Hill Book Co, New York .

Ville, C.A., Walker, W.F. dan Barners, R.D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta


 


 


 


 


 


 


 


 

METABOLISME SEL


 

  1. Pengertian Umum

Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang terjadi di dalam makhluk hidup, mulai makhluk hidup bersel satu yang sangat sederhana seperti bakteri, protozoa, jamur, tumbuhan, hewan; sampai mkhluk yang susunan tubuhnya kompleks seperti manuasia. Di dalam proses ini, makhluk hidup mendapat, mengubah dan memakai senyawa kimia dari sekitarnya untuk mempertahankan hidupnya.

Metabolisme meliputi proses sintesis (anabolisme) dan proses penguraian (katabolisme) senyawa atau komponen dalam sel hidup.. Semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Hal lain yang penting dalam metabolisme adalah peranannya dalam penawaracunan atau detoksifikasi, yaitu mekanisme reaksi pengubahan zat yang beracun menjadi senyawa tak beracun yang dapat dikeluarkan dari tubuh.

Anabolisme dibedakan dengan katabolisme dalam beberapa hal:

  • Anabolisme merupakan proses sintesis molekul kimia kecil menjadi molekul kimia yang lebih besar, sedangkan katabolisme merupakan proses penguraian molekul besar menjadi molekul kecil
  • Anabolisme merupakan proses membutuhkan energi, sedangkan katabolisme melepaskan energi
  • Anabolisme merupakan reaksi reduksi, katabolisme merupakan reaksi oksidasi
  • Hasil akhir anabolisme adalah senyawa pemula untuk proses katabolisme.


 

  1. Fotosintesis

Pada hakekatnya, semua kehidupan di atas bumi ini tergantung langsung dari adanya proses asimilasi CO menjadi senyawa kimia organik dengan energi yang didapat dari sinar matahari. Dalam proses ini energi sinar matahari (energi foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia dengan proses yang disebut fotosintesis. Proses ini berlangsung didalam sel pada tumbuhan tinggi, tumbuhan pakis, lumut, ganggang (ganggang hijau, biru, merah dan coklat) dan berbagai jasad renik (protozoa golongan euglena, bakteri belerang ungu, dan bakteri belerang biru).

Energi matahari yang ditangkap pada proses fotosintesis merupakan lebih dari 90% sumber energi yang dipakai oleh manusia untuk pemanasan, cahaya dan tenaga. Gambar 1 berikut ini menunjukkan sebaran pemakaian energi matahari oleh bumi dan atmosfer.

Sinar matahari


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 1. Gambaran sebaran pemakain energi matahari oleh bumi dan atmosfernya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 2. Penggunaan energi matahari oleh klorofil tanaman

Keseluruhan proses fotosintesis yang melibatkan berbagai macam enzim dituliskan dengan persamaan reksi:

6 CO + 6 HO CHO + 6 O

Dalam bakteri berfotosintesis sebagai pengganti HO dipakai zat pereduksi yang lebih kuat seperti H, HS, HR (R adalh gugus organik ). Persamaan reaksinya adalah :

2 CO+ 2 HR 2 CHO + O + 2 R

Proses fotosintesis pada tumbuhan tinggi dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama energi matahari ditangkap oleh pigmen penyerap cahaya dan diubah menjadi bentuk energi kimia, ATP dan senyawa reduksi, NADPH. Proses ini disebut reaksi terang. Atom hydrogen dari molekul HO dipakai untuk mereduksi NADP menjadi NADPH, dan O dilepaskan sebagai hasil samping reaksi fotosintesis. Reaksi ini juga dirangkaikan dengan reaksi endergonik pembentukan ATP dari ADP + Pi. Dengan demikian tahap reaksi terang dapat dituliskan dengan persamaan:

HO + NADP + ADP + Pi O+ H + NADPH + ATP

Energi matahari


 

Dalam hal ini pembentukan ATP dari ADP + Pi merupakan suatu mekanisme penyimpanan energi matahari yang diserap kemudian diubah menjadi bentuk energi kimia. Proses ini disebut fotofosforilasi.

Tahap kedua disebut tahap reaksi gelap. Dalam hal ini senyawa kimia berenergi tinggi NADPH dan ATP yang dihasilkan dalam tahap pertama (reaksi gelap) dipakai untuk proses reaksi reduksi CO menjadi glukosa dengan persamaan:

CO + NADPH + H + ATP glukosa + NADP + ADP + Pi

1. Tahap Reaksi Terang Cahaya

Reaksi terang cahaya dalam proses pebebasan energi matahari oleh klorofil dimana dilepaskan molekul O, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut fotosistem I mempunyai kemampuan penyerapan energi matahari dengan panjang gelombang di sekitar 700nm dan tidak melibatkan proses pelepasan O,. bagian kedua yang menyangkut penyerapan energi matahari pada panjang gelombang di sekitar 680 nm, disebut fotosistem II, melibatkan proses pembentukan O dan HO.

Fotosistem I merupakan suatu partikel yang disusun oleh sekitar 200 molekul klorofil-a, 50 klorofil-b, 50-200 pigmen karotenoid dan satu molekul penerima energi matahari yang disebut protein P700. Energi matahari (foton) yang ditangkap oleh pigmen pelengkap dipindahkan melelui beberapa molekul pigmen, disebut proses perpindahan eksiton, yang akhirnya diterima oleh P700. Akibatnya P700 melepaskan elektron yang berenergi tinggi. Proses penangkapan foton dan perpindahan eksiton di dalam fotosistem ini berlangsung dengan sangat cepat dan di pengaruhi oleh suhu. Dengan mekanisme yang sama, proses penangkapan foton dan pemindahan eksiton terjadi pula pada fotosistem II yaitu pada panjang gelombang 680.

Partikel fotosistem I dan II terdapat dalam membrane kantong tilakoid secara terpisah.

2. Pengangkutan Elektron dan Fotofosforilasi

Fotosistem I dan II merupakan komponen penyalur energi dalam rantai pengangkutan elektron fotosintesis secara kontinyu, dari molekul air sebagai donor elektron ke NADP sebagai aseptor elektron.

    Perbedaan antara pengangkutan elektron dalam fotosintesis dan pengangkutan elektron pernafasan adalah:

  1. Pada yang pertama, elektron mengalir dari molekol HO ke NADP, sedangkan pada yang kedua arah aliran elektron adalah dari NADP ke HO
  2. Pada yang pertama terdapat dua system pigmen, fotosistem I dan II yang berperan sebagai pendorong untuk mengalirkan elektron dengan bantuan energi matahari dari HO ke NADP
  3. Pada yang pertama dihasilkan O sedangkan pada yang ke dua memerlukan O

Persamaannya ialah kedua rantai pengangkutan elektron tersebut menghasilkan energi ATP dan melibatkan sederetan molekul pembawa elektron.

Pengangkutan elektron dalam fotosintesis terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendek dari HO ke fotosistem II, bagian dari fotosistem II ke fotosistem

I yang dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP + Pi, dan bagian dari fotosistem I ke NADPyang menghasilkan NADPH seperti pada gambar 3.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 3. Diagram energi pengangkutan elektron dalam fotosintesis


 

Gambar 3. Hubungan energi dan pengengkutan elektron dalam fotosintesis


 

Penyerapan foton oleh molekul pigmen fotosintesis I menyebabkan tereksitasinya molekul tersebut, menghasilkan eksiton berenergi tinggi yang kemudian ditangkap oleh molekul P 700. Akibatnya P 700 melepaskan elektron dan memindahkannya ke molekul penerima elektron pertama P 430. selanjutnya elektron dialirkan melalui deretan molekul pembawa elektron sampai ke NADP menyebabkan tereduksinya NADP menjadi NADPH. Dalam proses ini diperlukan dua elektron untuk mereduksi satu molekul NADP. Lepasnya satu elektron dari P700 mengakibatkan berubahnya molekul ini menjadi bentuk teroksidasinya, P700 yang kekurangan satu elektron. Dengan kata lain terjadinya satu lubang elektron pada P700. Untuk mengisi lubang ini, satu elektron dialirkan melalui sederetan molekul pembawa elektron, dari molekul P680 dalam fotosistem II. Dalam hal ini pengaliran elektron hanya terjadi setelah terlebih dulu terjadi penyinaran terhadap fotosistem II, yaitu tereksitasinya P680 yang segera melepaskan elektron ke molekul penerima elektron pertamanya, C550. Ini mengakibatkan teroksidasinya bentuk P680. Kekurangan elektron pada P680 dipenuhi dari reaksi oksidasi oksidasi molekul HO menjadi O. Proses pengangkutan elektron dari HO ke NADP yang didorong oleh energi matahari ini disebut pengangkutan non siklik (tak mendaur dalam elektron fotosintesis). Dalam hal ini satu molekul HO melepaskan dua elektron yang diperlukan untuk mereduksi satu molekul NADP menajdi NADPH, dirangkaikan dengan pembentuka ATP dari ADP + pi, disebut proses fotofosforilasi.

Persamaan reaksinya adalah:


 


 

HO + NADP + ADP + Pi O+ H + NADPH + ATP

Energi matahari


 

Energi pada proses pengangkutan elektron dalam fotosintesis dari HO ke NADP. Elektron yang telah tereksitasi di fotosistem II selanjutnya dialirkan ke fotosistem I melalui molekul penerima elektron; sitokrom 559 (sitokrom b= cyt. b), plastoquinon (PQ), sitokrom 553 (sitokrom f = cyt.f), plastosianin(PC) dan molekul P700di fotosistem I. pengankutan elektron dari PQ ke cyt.f dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP+Pi. Sementara itu elektron yang telah tereksitasi difotosistem I, dialirkan berturut-turut ke molekul substrat feredoksin, feredoksin, feredoksin reduktase, dan akhirnya ke NADP dimana molekul ini tereduksi menjadi NADPH.

Dalam keadaan tertentu, elektron yang tereksitasi di fotosistem I tidak dialirkan ke NADP, tetapi kembali ke P700 melalui molekul penerima elektron lainnya, sitokrom 564 (cyt.b) yang selanjutnya melalui cyt. b dialirkan ke P700 di fotosistem I. mekanisme pengangkutan elektron ini disebut pengangkutan elektron mendaur dalam fotosintesis, sedangkan pengangkutan elektron dari HO ke NADP melalui fotosistem I dan fotosistem II, disebut pengangkutan elektron tak mendaur dalam fotosintesis.


 

3. Tahap Reaksi Gelap Cahaya: Daur Calvin

    Dalam tahap reaksi gelap cahaya ini, energi yang dihasilkan (NADPH dan ATP) dalam tahap reaksi terang cahaya selanjutnya dipakai dalam reaksi sintesis glukosa dari CO, untuk kemudian dipakai dalam reaksi pembentukan senyawa pati, selulosa, dan polisakarida lainnya sebagai hasil akhir proses fotosintesis dalam tumbuhan.

    Jalur metabolisme reaksi pembentukan glukosa dari CO ini merupakan suatu jalur metabolisme mendaur yang pertama kali diusulkan oleh M.Calvin, disebut daur Calvin. Dalam tahap reaksi pertamanya 6 molekul CO dari udara bereaksi dengan 6 molekul ribulosa 1,5-difosfat, dikatalis oleh enzim ribulosa difosfat karboksilase, menghasilkan 2 molekul 3-fosfogliserat melalui pembentukan senyawa antara, 2-karboksi 3-ketoribitol 1,5-difosfat.


 


 


 

Ribulosa 1,5 difosfat 2-karboksi 3-ketoribitol 1,5-difosfat 3-fosfogliserat


 

    Pada tahap reaksi kedua, 12 molekul 3-fosfogliserat diubah menjadi 12 molekul gliseral dehida 3-fosfat melalui pembentukan 1,3-difosfogliserat, dikatalis oleh enzim fosfogliserat kinase dan gliseraldehidafosfat dehidrogenase, serta menggunakan 12 ATP dan 12 NADPH.

ATP ADP NADPH + H NADP

3-fosfogliserat 3-fosfogliseroil fosfat gliseraldehida-3-fosfat


 


 

    


 

Tahap reaksi ketiga , 12 gliseraldehida 3-P diubah menjadi 3 molekul fruktosa 6-P dengan melalui pembentukan senyawa dihidroksi aseton fosfat dan fruktosa 1,6 difosfat.

    
 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 4. Daur Calvin: Jalur mendaur metabolisme penambatan CO

Reaksi tahap gelap cahaya pada proses fotosintesis.


 

Gambar 4. diatas menunjukkan ringkasan keseluruhan jalur metabolisme daur Calvin. Dalam daur ini yang sangat menonjol adalah tahap reaksi penambatan CO, reaksi yang menggunakan energi NADPH dan ATP dan reaksi yang menghasilkan glukosa sebagai hasil akhir.

Dalam reaksi penambatan CO2, ternyata dibutuhkan tiga molekul ATP dan dua molekul NADPH untukm mereduksi satu molekul CO. Energi matahari yang ditangkap oleh foto sistem I dan foto sistem II dalam fase terang cahaya diubah menjadi energi kimia NADPH dan ATP. Kedua macam energi ini kemudian dipakai untuk menjalankan daur Calvin dengan mendorong tahap reaksi pembentukan gliseraldehida 3-fosfat dan ribosa 1,5-difosfat serta pelepasan dlukosa dari daur.

  1. Metabolisme Karbohidrat

Pada metabolisme karbohidrat pada manusia dan hewan secara umum, setelah melalui dinding usus halus sebagian besar monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam hati, monosakarida mengalami sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO dan HO atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah kebagian tubuh yang memerlukannya sebagaimana digambarkan pada Gambar 5.

HATI 

DARAH 

OTOT 

glikogen


 

fruktosa


 

galaktosa


 

glukosa


 


 

ATP


 


 

piruvat


 


 


 


 


 

lipida CO+ HO


 


 

sterol

kolsterol 


 


 

fruktosa


 

galaktosa


 

glukosa


 


 

ATP


 


 

piruvat


 


 


 

laktat


 


 


 


 


 

glikogen


 


 


 


 


 

glukosa


 


 

ATP


 


 

piruvat


 


 


 

laktat


 

ATP


 


 

CO+ HO

Gambar 5. Gambaran Umum Metabolisme Karbohidrat: Hubungan antara hati, darah dan otot.


 


 

Sebagian lain monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ tertentu dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut. Karena pengaruh berbagai faktor dan hormon insulinyang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, maka hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah. Bila kadar glkosa dalam darah meningkat sebagai akibat naiknya proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat, sintesis glikogen dari glukosa oleh hati akan naik. Sebaliknya bila kadar glukosa menurun, misalnya akibat latihan olahraga, glikogern diuraikan menjadi glukosa yang selanjutnya mengalami proses katabolisme menghasilkan energi (dalam bentuk energi kimia, ATP) yang dibutuhkan oleh kegiatan olahraga tersebut

Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh. Kadar normal glukosa dalam darah adalah 70-90 mg/100 ml. Keadaan dimana kadar glukosa berada di bawah 70mg/100ml disebut hipoglisemia, sedangkan diatas 90mg/100ml disebut hiperglisemia. Hipoglisemia yang ekstrem dapat menghasilkan suatu rentetan reaksi goncangan yang ditunjukkan oleh gejala gemetarnya otot, perasaan lemah badan dan pucatnya warna kulit. Hipoglisemia yang serius dapat menyebabkan kehilangan kesadaran sebagai akibat kekurangan glukosa dalam otak yang diperlukan untuk pembentukan energi, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa antara 140 dan 170 mg/100 ml disebut kadar ambang ginjal, karena pada kadar ini glukosa diekskresi dalam kemih melalui ginjal. Gejala ini disebut glukosuria yaitu keadaan ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali glukosa yang telah mengalami filtrasi melalui sel tubuh.

Kadar glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon. Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas menurunkan kadar glukosa dengan menaikkan pembentukan glikogen dari glukosa. Adrenalin (epineprin) yang juga dihasilkan oleh pankreas, dan glukagon berperan dalam menaikkan kadar glukosa dalam darah. Semua faktor ini bekerjasama secara terkoordinasi mempertahankan kadar glukosa tetap normal untuk menunjang berlangsungnya proses metabolisme secara optimum.

1. Biosintesis dan Perombakan Glikogen

Glukosa 6-fosfat dan glukosa 1-fosfat merupakan senyawa antara dalam proses glikogenesis atau pembentukan glikogen dari glukosa. Proses kebalikannya, penguraian glikogen menjadi glukosa yang disebut glikogenolisis juga melibatkan terjadinya kedua senyawa antara tersebut tetapi dengan jalur yang berbeda seperti digambarkan pada Gambar 6. Senyawa antara UDP-glukosa (Glukosa Uridin Difosfat) terjadi pada jalur pembentukan tetapi tidak pada jalur penguraian glikogen. Demikian pula enzim yang berperan dalam kedua jalur tersebut juga berbeda.


 

glikogen

UDP Pi


 

E E


 

UDP-glukosa glukosa 1-fosfat

E

PPi UTP E

glukosa 6-fosfat


 

ADP E


 

E


 

ATP glukosa Pi


 

Gambar 6. Jalan reaksi glikogenesis dan glikogenolisis. UTP = Uridin Tripospat, ADP = Adenosin Dipospat, (P) = gugus pospat anorganik. UDP-glukosa = Uridin dipospat glukosa. Enzim: E= fosforilase, E= fosfoglukomutase, E= fosfatase, E= glukokinase, E = pirofosforilase, E= glikogen sintetase. PPi = asam piropospat.


 

2. Glikogenesis

Gugus fosfat dan energi yang diperlukan dalam reaksi pembentukan glukosa 6-fosfat dsari glukosa diberikan oleh ATP yang berperan sebagai senyawa kimia berenergi tinggi. Sedang enzim yang mengkatalisnya adalah glukokinase. Selanjutnya, dengan fosfoglukomutase, glukosa 6-fosfat mengalami reaksi isomerasi menjadi glukosa 1-fosfat.


 


 

ATP ADP


 


 

Glukosa glukosa 6-fosfat

heksokinase


fosfoglukomutase


 

Uridin difosfat UTP uridil transferase

glukosa (UDPG) Glukosa 1-fosfat


 


 


 

PPi UTP

Gambar 7. Glikogenesis: pembentukan uridin difosfat glukosa (UDPG) dari glukosa, melalui pembentukan glukosa 6-fosfat dan glukosa 1-fosfat.


 

Glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin tri fosfat (UTP) dikatalis oleh glukosa 1-fosfat uridil transferase menghasilkan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa)dan pirofosfat (PPi).

Mekanisme reaksi glikogenesis juga merupakan jalur metabolisme umum untuk biosintesis disakarida dan polisakarida. Dalam berbagai tumbuhan seperti tanaman tebu, disakarida sukrosa dihasilkan dari glukosa dan fruktosa melalui mekanisme biosintesis tersebut. Dalam hal ini UDP-glukosa abereaksi dengan fruktosa 6-fosfat, dikatalis oleh sukrosa fosfat sintase, membentuk sukrosa 6-fosfat yang kemudian dengan enzim sukrosa fosfatase dihidrolisis menjadi sukrosa.

3. Glikogenolisis

Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.

Glikogen, (glukosa)

Pi

glikogen fosforilase


 

Glukosa 1-fosfat + Glikogen, (glukosa)


 

fosfoglukomutase


 

Glukosa 6-fosfat

Gambar 11. Glikogenolisis: penguraian glikogen menghasilkan glukosa 6-fosfat.


 

Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat. Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat.

Glukosa 6-fosfat glukosa + asam fosfat


 

4. Glikololisis:

Proses penguraian karbohidrat menjadi piruvat. Juga disebut jalur metabolisme Emden-Meyergoff dan sering diartikan pula sebagai penguraian glukosa menjadi piruvat. Proses ini terjadi dalam sitoplasma. Glikolisis anaerob: proses penguraian karbohidrat menjadi laktat melalui piruvat tanpa melibatkan oksigen.

    Proses penguraian glukosa menjadi CO dan air seperti juga semua proses oksidasi. Energi yang dihasilkan dari proses penguraian glukosa ini adalah 690 kilo-kalori (kkal).

glukosa + 6 O 6 CO+ 6 HO + 690 kkal

    Jumlah energi ini sebenarnya jauh lebih besar daripada jumlah energi yang dapat disimpan secara sangkil dalam bentuk energi kimia ATP yang dihasilkan dalam proses penguraian tersebut.


 


 


 

Dengan adanya oksigen (dalam suasana aerob), glikolisis menghasilkan piruvat, atau tanpa oksigen (glikolisis anaerob) menghasilkan laktat. Glikolisis menghasilkan dua senyawa karbohidrat beratom tiga dari satu senyawa beratom enam; pada proses ini terjadi sintesis ATP dari ADP + Pi. Gambar 13 me-nunjukkan proses glikolisis secara keselurhan.


 


 

Glikogen

Uridin difosfat glukosa

Glukosa – 1 - P


 

Glukosa Glukosa – 6 – P


 

Fruktosa – 6 – p


 

Fruktosa – 1,6 – di P


 


 

Gliseraldehida – 3 – P dihidroksiaseton fosfat


 

1,3 – d- - P – gliserat


 

3 – P – gliserat


 

2 – 2 P – gliserat


 

fosfoenol piruvat


 


 


 

piruvat

Gambar 13. Glikolisis ( ) dan glikogenesis ( ) secara keseluruhan. Glukogenesis: pembentukan glukosa dari piruvat.


 

Seperti halnya reaksi dengan glukokinase (reaksi tahap pertama) dan fosfofruktokinase (reaksi tahap ketiga), reaksi dengan piruvat kinase ini juga merupakan reaksi yang tidak reversibel, sehingga merupakan salah satu tahap reaksi pendorong glikolisis.

fosfoenol piruvat

piruvat


 


fosfoenol piruvat

karboksikinase


 

oksalasetat


 

malat

dehidrogenase


 

Malat


 


 

sitoplasma sitoplasma

Gambar 14. Perubahan piruvat menjadi fosfoenol piruvat dengan bantuan mitokondrion.


 

Reaksi kebalikannya yang merupakan reaksi tahap pertama glukoneogenesis merupakan suatu reaksi yang kompleksyang melibatkan beberapa enzim dan organel sel yaitu mitokondrion, yang diperlukan untuk terlebih dahulu mengubah piruvat menjadi malat sebelum terbentuknya fosfoenol piruvat. Pada jalan metabolisme in, piruvat diangkut kedalam mitokondria dengan cara pengangkutan aktif melalui membran mitokondrion. Selanjutnya piruvat bereaksi dengan CO menghasilkan asam oksalasetat. Reaksi ini dikatalis oleh piruvat karboksilase (enzim yang terdapat pada mitokondria tetapi tidak terdapat pada sitoplasma), dan memerlukan koenzim biotin dan kofaktor ion maggan, serta ATP sebagai sumber energi. Dalam mekanisme reaksinya, biotin (sebagai gugus biotinil) yang terikat pada gugus lisina dari piruvat karboksilase, menarik COatau HCO dalam mitokondrion kemudian mengkondensasikan dengan asam piruvat ( dengan bantuan ATP dan Mn) menghasilkan asam oksalasetat. Asam oksalasetat kemudian direduksi menjadi asam malat oleh NADH dan dikatalis malat dehidrogenase. Asam malat diangkut keluar mitokondria dengan cara pengangkutan aktif melalui membran mitokondrion yang kemudian dioksidasi kembali menjadi asam oksalasetat oleh NAD dan malat dehidrogenase yang terdapat dalam sitoplasma. Akhirnya oksalasetat dikarboksilasi dengan CO dan difosforilasi dengan gugus fosfat dari GTP (guanosin trifosfat, sebagai sumber energi yang khas disamping ATP) dan dikatalis oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase menghasilkan fosfoenolpiruvat. Dengan demikian untuk mengubah satu molekul piruvat menjadi fosfoenolpiruvat diperlukan energi sebanyak satu ATP plus satu GTP dan melibatkan paling sedikit empat macam enzim. Dibandingkan dengan reaksi kebalikannya, yaitu perubahan sat molekul fosfoenol piruvat menjadi piruvat, dihasilkan satu ATP dan melibatkan satu macam enzim saja.

Fosfoenol piruvat piruvat

(PEP)


 


 


 


 


 


 


 


 


Malat

dehidrogenase


 


 

sitoplasma

Gambar 15. Perubahan dari fosfoenolpiruvat ke piruvat diluar mitokondrion dan dari piruvat ke fosfoenol piruvat dengan melibatkan mitokondrion

.

Dilihat dari keseluruhan, glikolisis terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama meliputi tahap reaksi enzim yang memerlukan ATP, yaitu tahap reaksi dari glukosa sampai dengan pembentukan fruktosa 6-fosfat., yang menggunaka dua molekul ATP tiap satu molekul glukosa yang dioksidasi. Bagian kedua meliputi tahap reaksi yang menghasilkan energi (ATP dan NADH) yaitu dari gliseraldehide 3-fosfat sampai dengan piruvat. Dari bagian kedua ini dihasilkan dua molekul NADH dan empat molekul ATP untuk tiap molekul glukosa yang dioksidasi (atau untuk dua molekul gliseraldehid 3-fosfat yang dioksidasi). Karena satu molekul NADH yang masuk rantai pengangkutan elektron dapat menghasilkan tiga molekul ATP, maka tahap reaksi bagian kedua ini menghasilkan 10 molekul ATP. Dengan demikian, keseluruhan proses glikolisis menghasilkan 10-2 = 8 molekul ATP untuk tiap molekul glukosa yang dioksidasi.

Sebaliknya, untuk mensintesis satu molekul glukosa dari dua molekul piruvat dalam proses glukoneogenesis diperlukan energi dari 4 molekul ATP, 2 GTP (sebanding dengan 2 ATP) dan 2 NADH (= 6 ATP) atau sebanding dengan 12 molekul ATP.


 

5. Glikolisis Anaerob

Dalam keadaan tanpa oksigen respirasi terhenti karena proses pengangkutan elektron yang dirangkaikan dengan fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai pernafasan yang menggunakan molekul oksigen sebagai penerima elektron terakhir, tidak berjalan. Akibatnya jalan metabolisme lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs) akan terhenti pula sehingga piruvat tidak lagi masuk kedalam daur Krebs melainkan dialihkan pemakaiannya yaitu diubah menjadi asam laktat oleh laktat dehidrogenase dengan NADH sebagai sumber energinya.

NADH NAD


 

Piruvat laktat

Laktat dehidrogenase

Gambar 16. Reaksi perubahan piruvat ke laktat dalam proses fermentasi asam laktat


 

Dalam hal ini, dua molekul NADH yang dihasilkan oleh reaksi tahap kelima dalam glikolisis (reaksi dengan gliseraldehida 3-fosfat dehodrogenase) tidak dipakai untuk membentuk ATP melainkan digunakan untuk reaksi reduksi 2 molekulasam piruvat menjadi asam laktat. Jadi paad glikolisis anaerob energi yang dihasilkannya hanya 2 molekul ATP saja (Gambar 17). Jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh glikolisis aerob yaitu 8 ATP.


 


 

.

6. Fermentasi Alkohol

    Dalam beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol dan COdalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini sama dengan glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida menjadi alkohol. Dalam reaksi yang pertama piruvat didekarboksilasi diubah menjadi asetaldehida dan CO oleh piruvat dekarboksilase, suatu enzim yang tidak terdapat pada hewan.

CO


 

Piruvat asetaldehida

Piruvat dekarboksilase


 

Gambar 18. Fermentasi alkohol: reaksi pembentukan asetaldehida dari piruvat dengan enzim Piruvat dekarboksilase.


 

Reaksi dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak reversibel, membutuhkan ion Mg dan koenzim tiamin pirofosfat. Reaksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang teriakt secara kovalen pada koenzim.

Dalam reaksi yang terakhir dibawah ini, asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehodrogenase, menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO merupakan hasil akhir fermentasi alkohol dan jumlah energi yang dihasilkannya sama dengan glikolisis anaerob. Yaitu 2 ATP.

NADH + H NAD


 

Asetaldehida etanol

Alkohol dehidrogenase


 

Gambar 19. Fermentasi alkohol: reaksi hidrogenasi asetaldehida menghasilkan etanol.


 

7. Perubahan Piruvat Menjadi Asetilkoezim – A

    Reaksi oksidasi piruvat hasil glikolisis menjadi asetil koenzim-A, merupakan tahap reaksi penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs). Reaksi yang diaktalisis oleh kompleks piruvat dehidrogenase dalam matriks mitokondria melibatkan tiga macam enzim (piruvat dehidrogenase, dihidrolipoil transasetilase, dan dihidrolipoil dehidrogenase), lima macam koenzim (tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim-A, flavin adenin dinukleotida, dan nikotinamid adenin dinukleotida) dan berlangsung dalam lima tahap reaksi. Keseluruhan reaksi dekarboksilasi ini irreversibel, dengan ∆ G = - 80 kkal per mol.

    Piruvat + NAD + koenzim A asetil ko-A + NADh + CO

    Reaksi ini merupakan jalan masuk utama karbohidrat kedalam daur Krebs. Tahap reaksi pertama dikatalis oleh piruvat dehidrogenase yang menggunakan tiamin pirofosfat sebagai koenzimnya. Dekarboksilasi piruvat menghasilkan senyawa α-hidroksietil yang terkait pada gugus cincin tiazol dari tiamin pirofosfat. Pada tahap reaksi kedua α-hidroksietil didehidrogenase menjadi asetil yang kemudian dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang berikutnya, yaitu asam lipoat, yang terikat pada enzim dihidrolipoil transasetilase. Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah menjadi bentuk reduksinya, gugus sulfhidril. Pada tahap reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan perantara enzim dari gugus lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol (sulfhidril pada koenzim-A). Kemudian asetil ko-A dibebaskan dari sistem enzim kompleks piruvat dehidrogenase. Pada tahap reaksi keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang terikat pada dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk disulfidanya dengan enzim dihidrolipoil dehidrogenase yang berikatan dengan FAD (flavin adenin dinukleotida). Akhirnya (tahap reaksi kelima) FADH (bentuk reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada enzim, dioksidasi kembali oleh NAD (nikotinamid adenin dinukleotida) manjadi FAD, sedangkan NAD berubah menjadi NADH (bentuk reduksi dari NAD).


 

8. Pengaturan Dekarboksilasi Piruvat

    Telah diketahui bahwa di samping mengandung tiga macam enzim tersebut di ats, kompleks enzim piruvat dehidrogenase juga mempunyai dua macam enzim yang terdapat dalam sub unit pengaturnya, yaitu piruvat dehidrogenase kinase dan piruvat dehidrogenase fosfatase. Kedua enzim ini berperan dalam mengatur laju reaksi dekarboksilasi piruvat dengan cara mengendalikan kegiatan subunit katalitiknya pada kompleks enzim piruvat dehidrogenase itu sendiri.

    Pengaturan kegiatan kompleks piruvat dehidrogenase berlangsung sebagai berikut:

Piruvat + ko-A asetil ko-A + CO


 


 


 


 


 

    
 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 20. Mekanisme pengaturan kegiatan enzim kompleks piruvat dehidrogenase.


 

    Bila jumlah ATP yang dihasilkan oleh daur krebas dan fosforilasi bersifat oksidasi terlalu banyak, keseimbangan reaksi akan berjalan kebawah (laju reaksi fosforilasi sub unit katalitik kompleks piruvat dehidrogenase bertambah besar) sehingga kegiatan kompleks piruvat dehidrogenase terhambat dan menjadi tidak aktif. Hal ini menyebabkan terhentinya reaksi pembentukan asetil ko-A dari piruvat. Akibatnya, jumlah asetil ko-A yang diperlukan untuk daur Krebs akan berkurang sehingga laju reaksi daur Krebs terhambat dan produksi ATP terhenti. Sebaliknya jika jumlah ADP banyak (ATP sedikit), keseimbangan reaaksi didorang ke atas (laju reaksi defosforilasi kompleks piruvat dehidrogenase bertambah besar) sehingga kegiatan kompleks piruvat dehidrogenase bertambah. Akibatnya, reaksi dekarboksilasi piruvat menjadi asetil ko-A naik, sehingga laju reaksi daur Krebs bertambah besar dan produksi ATP bertambah banyak.


 

10. Jalur Metabolisme Daur Asam Trikarboksilat

    Jalur metabolisme daur asam trikarboksilat (asam sitrat) pertama diketemukan oleh Krebs (1937). Oleh karena itu, jalur ini disebut pula daur Krebs. Jalur daur ini merupakan ajlur metabolisme yang utama dari berbagai senyawa hasil metabolisme, yaitu hasil katabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Lemak karbohidrat protein


 


 

Asam lemak glukosa asam amino


 


 

Asetil ko-A asetil ko-A asetil ko-A

Α-ketoglutarat

Oksalasetat

fumarat


 


 


 


 


 


 

Gambar 21. Daur asam trikarboksilat (Krebs) sebagai bagian utama metabolisme penghasil energi.

    Asetil ko-A (sebagai hasil katabolisme lemak dan karbohidrat), oksalasetat, fumarat, dan α-ketoglutarat (sebagaihasil katabolismeasam amino dan protein), masuk kedalam daur Krebs untuk selanjutnya dioksidasi melalui beberapa tahap reaksi yang kompleks menjadi CO, HOdan energi ATP. Kegiatan daur asam tri karboksilat terdapat dalam sel hewan, tumbuhan, dan jasad renik yang aerob dan merupakan metabolisme penghasil energi yang utama. Jasad yang anaerob tidak menggunakan metabolisme daur ini sebagai penghasil energinya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 22. Ringkasan keseluruhan daur asam trikarboksilat atau daur Krebs.

Daur Krebs merupakan bagian rangkaian proses pernafasan yang panjang dan kompleks, yaitu oksidasi glukosa menjadi COdan HO serta produksi ATP. Proses pernafasan terdiri dari 4 tahap utama: 1) glikolisis (oksidasi glukosa menjadi piruvat), 2) konversi piruvat ke asetil ko-A, 3) daur Krebs dan 4) proses pengangkutan elektron melalui rantai pernafasan yang dirangkaikan degan sintesis ATP dari ADP = Pi melalui proses fosforilasi bersifat oksidasi.

Didalam sel eukariota, metabolisme asam trikarboksilat berlangsung didalam mitokondrion. Sebagian enzim dalam metabolisme ini terdapat di dalam cairan matriks dan sebagian lagi terikat pada bagian dalam membran mitokondrion.


 

11. Energi yang Dihasilkan oleh Glikolisis dan DAur Asam Trikarboksilat

Dari pembahasan tentang daur asam trikarboksilat sebelumnya, ternyata terdapat dua tahap reaksi yang masing-masing menghasilkan satu molekul CO; tiga reaksi menghasilkan NADH; satu reaksi menghasilkan GTP; satu reaksi menghasilkan FADH.

Satu molekul GTP dapat menghasilkan satu molekul ATP. Dalam proses pengangkutan elektron melalui rantai pernafasan yang dikaitkan dengan fosforilasi bersifat oksidasi, satu molekul NADH dan satu FADH masing-masing menghasilkan 3 dan 2 molekul ATP. Dengan demikian oksidasi satu molekul asetil ko-A dalam daur Krebs menghasilkan (3 x 3 + 2 x 1 + 1) ATP = 12 ATP.

Asetil ko-A


 


 


 


 


 

Ko-A


 

Gambar 23. Jumlah energi (ATP) yang dihasilkan oleh daur Krebs.

    Bila proses oksidasi itu dimulai dari piruvat, jumlah molekul ATP yang dihasilkan adalah 12 + 3 = 15untuk setiap molekul piruvat (pembentukan satu molekul asetil ko-A dari satu molekul piruvat menghasilkan satu molekul NADH).

    Oksidasi satu molekul glukosa melalui glikolisis menjadi dua molekul piruvat, menghasilak 8 ATP. Dengan demikian oksidasi sempurna satu molekul glukosa menjadi CO + HO menghasilkan 2 x 15 + 8 = 38 ATP.

Glukosa


 


 

2 piruvat


 


 

2 asetil ko-A


 


 


 


 


 


 


 

CO + HO

Gambar 42. Jumlah energi (ATP) yang dihasilka oleh glikolisis dan daur Krebs.


 

  1. Metabolisme Protein

Nama protein pertama kali diusulkan oleh ahli kimia Swedia, Berzelius. Protein berasal dari bahasa Yunani, protios, yang berarti bahan penyokong yang pertama.

    Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Fungsi utamanya sebagai unsur pembentuk styruktur sel, misalnya dalam rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, membran sel dan lain-lain. Selain itu dapat pula berfungsi sebagai protein yang aktif seperti enzim yang berperan sebagai katalisator segala proses biokimia dalam sel. Protein aktif selain enzim yaitu hormon, hemoglobin, protein yang terikat pada gen, toksin, anti bodi atau anti gen dan lain-lain.

Protein adalah rangkaian atau polimer dari sejumlah asam amino. Asam amino adalah molekul organik kecil yang pada umumnya terbuat dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dibuat dari suatu pool yang terdiri dari 20 asam amino yang berbeda. Ratusan atau ribuan asam amino dirangkai dengan suatu urutan tertentu untuk membentuk rantai asam amino.

Fungsi protein dimungkinkan karena struktur tiga dimensinya yang unik. Dengan strukturnya yang unik suatu molekul protein dapat melakukan interaksi dengan molekul lainnya sehinnga dapat berfungsi sebagai molekul pengatur dalam suatu ekspresi gen atau transmisi genetik menjadi fenotipik. Jadi, suatu protein sangat tergantung pada kemampuannya untuk mengikat atau berpasangan dengan molekul lainnya untuk menjalankan fungsinya. Kemampuan tersebut ditentukan oleh struktur tiga dimensinya.

Bila asam amino dirakit menjadi suatu rantai protein, rantai tersebut segera melipat membentuk suatu struktur yang secara energetik paling relaks atau yang bentuknya paling stabil. Bentuk yang secara energetik paling stabil ditentukan oleh interaksi tiap-tiap asam amino yang membentuk protein tersebut. Oleh karena itu, jenis asam amino dan urutannya dalam rantai protein akan menentukan struktur tiga dimensi molekul protein yang terbentuk. Urutan asam amino dalam suatu rantai protein sangat penting menentukan fungsi protein tersebut. Dengan 20 macam asam amino yang berbeda, diperoleh jumlah dan urutan yang berbeda-beda sehingga dihasilkan protein-protein unik yang hampir tidak terbatas jumlahnya. Keragamn ini sangat menguntungkan mengingat berbagai ragam fungsi yang dilakukan oleh protein.

Semua organisme merupakan kumpulan dari sejumlah protein dan segala aktivitasnya. Fungsi protein tergantung pada struktur tiga dimensinya, yang pada gilirannya ditentukan oleh sekuen asam amino penyusun protein tersebut. Jadi, DNA menentukan karakteristik suatu organisme karena DNA menentukan sekuen asam amino dari semua protein pada suatu organisme.

DNA mengandung sandi genetik untuk tiap asam amino yang ditampilkan masing-masing dari sekuen tiga pasang basa. Ketiga basa (triplet) ini disebut kodon. Urutan kodon pada suatu sekuen DNA mencerminkan urutan asam amino yang akan dirakit menjadi suatu rantai protein. Satu bagian sekuen DNA lengkap yang mampu menentukan sekuen asam amino suatu protein atau molekul r RNA dan tRNA disebut gen, yaitu satuan hereditas yang didefinisikan oleh para ahli genetika klasik. Semua gen dan sekuen DNA yang dimiliki oleh suatu organisme disebut genom.










Gambar 24. Sekuen DNA menentukan sekuen asam amino pada protein yang terbentuk.

1. Sintesis Protein
Proses sintesis protein dari sandi genetik melibatkan beberapa langkah. DNA pada dasarnya adalah penyimpan informasi yang pasif, mirip denga cetak biru (blue print) untuk denah rumah. Aktivitas pembuatan protein terjadi pada suatu situs khusus dalam sel yang disebut ribosom. Oleh karena itu, langkah pertama dalam sintesis protein adalah menyampaikan informasi dari DNA ke ribossom. Untuk melakukan hal ini enzim-enzim seluler membuat salinan kopi gen sehinnga dapat dibaca oleh ribosom. Salinan kopi gen ini disebut RNA duta (messennger RNA = mRNA). mRNA membawa sandi genetik yang dipakai langsung untuk sintesis protein di ribosom. Tahap ini disebut dengan tahp transkripsi. Dalam tahap berikutnya kodon pada mRNA harus dapt dikorelasi dengan asam amino yang seharusnya. Tahapan ini dilakukan molekul RNA lain, yaitu RNA transfer, (transfer RNA = tRNA) yang dikenal dengan tahap translasi. Akhirnya asam amino harus disambungkan untuk membentuk rantai protein fungsional (tahap sintesis). Ribosom yang terdiri dari RNA dan protein, melakukan fungsi tersebut. Bila rantai protein sudah lengkap, suatu tanda berhenti (stop sign) mempengaruhi ribosom sehingga ribosom melepas protein baru tersebut ke dalam sel.
Transkripsi.
 

Transkripsi adalah sintesis RNA secara enzimatik dengan menggunakan DAN sebagai cetakan. Untuk transkripsi suatu gen, hanya salah satu rantai DNA yang digunakan sebagai cetakan atau templat. Transkripsi dikatalis oleh enzim RNA polimerase. Sintesis RNA selalu bergerak ke satu arah, yaitu dari ujung 5' ke ujung 3' dari molekul RNA.

Untuk menginisiasi transkripsi, RNA polimerase berikatan pada suatu daerah di DNA yang disebut promoter. Promoter terletak disebelah hulu (ke arah5') dari gen. Perbedaan urutan nukleotida dari promoter berbagai gen menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dan regulasi dari inisiasi transkripsi gen-gen tersebut.

Setelah RNA polimerase terikat pada promoter DNA, kedua rantai DNA dipisahkan dan RNA polimerase memulai sintesis RNA di tempat inisiasi. Tempat ini disebut sebagai posisi +1. RNA polimerase menambahkan ribonukleotida ke ujung 3'dari rantai RNA yang sedang disintesis. Hal ini dilakukan dengan bergerak dari ujung 3' ke arah 5' dari rantai DNA cetakan., sambil memisahkan bagian rantai ganda DNA yang dilaluinya. Dengan demikian ribonukleotida dapat berpasangan dengan DNA cetakan dan ditambahkan pada ujung 3' RNA dengan pembentukan ikatan fosfodiester. Heliks ganda akan terbentuk kembali setelah RNA polimerase lewat.


 


 


 


 


 


 

 

 

T A C G


 

A T G C 

  

 

 
  

Transkripsi

5' U A C G 3'


 

Gambar 25. Struktur gen


 

b.Translasi.

Translasi merupakan proses sintesis protein di dalam sel. Sebelum sintesis protein dimulaio, setiap jenis tRNA berikatan dengan asam amino spesifik. Reaksi ini dikatalis oleh enzim aminoasil tRNA sintetase bersama dengan ATP, sehingga terbentuk aminoasil tRNA. Pada tRNA terdapat antikodon yang akan berpasangan dengan kodon yang terdapat pada mRNA. Setiap macam aminoasil tRNA sintetase akan menggabungkan asam amino tertentu pada tRNA yang spesifik. Pada tRNA inisiator, tRNA terikat pada asam amino metionin yang termodifikasi, yaitu N-formilinetionin. Proses sintesis protein terdiri dari tiga tahap yaitu:

  • Inisiasi        : proses penempatan ribosom pada suatu molekul mRNA
  • Elongasi    : proses penambahan asam amino
  • Terminasi    : proses pelepasan protein yang baru disintesis

Pada sintesis protein sel prokariot, prosaes inisiasi memerlukan sub unit kecil (30S) dan sub unit besar (50S) ribosom, mRNA, tiga faktor inisiasi (IF, IF dan IF) dan GTP. IF dan IF mula-mula terikat pada sub unit kecil ribosom, kemudian IF dan GTP bergabung. Kompleks sub unit kecil ini terikat pada mRNA di tempat pengikatan ribosom yang terletak 8 – 13 nukleotida sebelum hulu kodon inisiasi Aug kemudian bergerak sepanjang mRNA ke arah hilir sampai menemukan kodon inisiasi. Setelah pengikatan sub unit kecil ribosom pada kodon inisiasi, tRNA inisiator dapat terikat pada kodon inisiasi dan melepaaskan IF sehingga terbentuk kompleks inisiasi 30S, melepaskan IF, IF, GDP dan fosfat sehingga terbentuk inisiasi 70S.

Proses elongasi melibatkan tiga faktor elongasi (EF – Tu, EF – Ts, EF – G0, GTR, aminoasil tRNA dan kompleks inisiasi 70 S. Proses elongasi terdiri dari tiga tahap:

  • Aminoasil tRNA membentuk kompleks denagn EF-Tu dan GTP, terikat pada "A-site" di ribosom dengan melepaskan EF-Tu – GDP. EF-Tu – GTP dapat berubah lagi menjadi EF-Tu – GTP dengan bantuan EF-Ts dan GTP.
  • Enzim transferase peptidil yang terdapat pada ribosom membenyuk ikatan peptida antara dua asam amino yang berdampingan.
  • Enzim translokase (EF-G) dengan energi GTP menggerakkan ribosom sejauh satu kodon sepanjang mRNA sehingga tRNA pada "P-site" lepas dan tRNA pada "A-site" pindah ke "P-site".

Proses elongasi rantai peptida berjalan terus sampai ribosom mencapai suatu kodon stop.

    Proses terminasi melibatkan tiga faktor pelepas ("release faktor", RF, RF dan RF). RF atau RF dapat mengenal kodon stop dan denagn bantuan RF menyebabkan trasnsferase peptidil melepaskan rantai polipeptida dari tRNA. Faktor-faktor pelepas membantu pelepasan kedua sub unit ribosom dari mRNA.


 

2. Ciri-ciri Molekul Protein

Beberapa ciri utama molekul protein yaitu:

  • berat molekulnya besar, yang merupakan suatu makromolekul
  • umumnya terdiri dari 20 macam asam amino, yang membentuk suatu rantai polipeptida yang berikatan satu dengan yang lain. Ikatan peptida merupakan ikatan antara α-karboksil dari asam amino yang satu dengan gugus α-amino dari asam amino yang lainnya.
  • terdapatnya ikatan kimia yang lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein. Sebagai contoh misalnya ikatan hidrogen dan ikatan hidrofob.
  • strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur, dan sebagainya
  • umumnya reaktif dan sangat spesifik, yang disebabkan terdapatnya gugus samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekulnya.. bberapa gugus samping yang biasa terdapat diantaranya gugus kation, anion, hidroksil aromati, hdroksil alifatik, amin, amida, tiol, dan gugus heterosiklik

3. Klasifikasi Asam Amino

Berdasarkan sifat kekutuban (polarity) gugus R, asam amino dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

  1. asam amino dengan gugus R yang tak mengutub. Golongan ini terdiri dari 5 asam amino yang mengandung gugus R alifatik (alanin, lesin, isolesin, valin, dan prolin), 2 dengan R aromatik (fenilalanin dan triptofan), dan 1 mengandung atom sulfur (metionin).
  2. asam amino dengan gugus R mengutub tak bermuatan. Lebih mudah larut dalam air karena gugus R mengutub dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Kekutuban serin, treonin, dan tirosin disebabkan oleh gugus hdroksil, asparagin dan glutamin oleh gugus amida, dan sistein oleh gugus sulfhidril (-SH).
  3. asam amino dengn gugus R bermuatan negatif (asam amino asam). Golongan ini bermuatan negatif pada pH 6,0-7,0 dan terdiri dari asam aspartat dan asam glutamat yang masing-masing mempunyai dua gugus karboksil.
  4. asam amino dengan gugus r bermuatan positif (asam amino basa). Golongan asam amino ini bermuatan positif pada pH 7,0 yang terdiri dari lisin, arginin yang mengandung gugus basa lemah.


 

4. Sifat Asam Basa Asam Amino

Di dalam larutan netral asam amino selalu ada dalam bentuk ion berkutub (zwtterion) yang dapat ditunjukkan dengan konstanta elektrik dan momen dwikutub yang tinggi karena adanya pemisahan muatan positif dan negatif dalam bentuk ion berdwikutub.

Semua asam amino yang didapat barasal dari hidrolisis protein kecuali glisin, memiliki sifat aktif optik yaitu dapat memutar bidang polarisasi cahaya bila diperiksa dengan polarimeter. Reaksi khas asam amino disebabkan oleh adanya gugus α-karboksil, α-amino dan gugus yang terdapat pada rantai samping (R).


 

5. Struktur dan Sifat Peptida

Peptida mengandung 2,4 atau 4 asam amino, sehingga dapat disebut dipeptida, tripeptida, dst. Peptida didapatkan dari hidrolisis rantai panjang protein. Peptida mempunyai pH isoelektrik. Reaksi kimia peptida disebabkan oleh adanya gugus ujung NH2 dan –COOH, dan gugus R yang dapat berionisasi.

Penamaan peptida didasarkan pada komponen asam aminonya. Urutan dimulai dar rantai N-ujung. Uji peptida ini dapat dilakukan dengan uji buret, yaitu reaksi yang terjadi antara peptida atau protein dengan CuSO4 dan alkali,yang menghasilkan warna ungu. Pemisahan atau analisis peptisa biasa dikerjakan dengan kromatografi penukar –ion atau elekrtroforesis kertas.


 

6. Analisis Asam Amino pada Peptida

Penentuan urutan asam amino dapat dlakukan dengan cara Hidrolisis sempurna. Hidrolisis dengan HCl 6N pada suhu 100 -120 celcius selama 10 - 24 jam memeberikan hasil terbaik, kecuali pada triptopan yang mengalami kerusakan pada suasana asam kuat, juga gugus amida pada glutamin dan asparagin akan pecah menghasilkan asam glutamat, asam aspartat, dan ion amoninum.

Banyaknya amonia pada hidrolisat dapat ditentukan untuk mengetahui kadar amida yang terdapat pada protein. Hidrolisis dengan alkali menyebabkan kerusakan pada sistein, sistin, serin dan treonin.

Penentuan urutan asam amino dalam Polipeptida didasarkan pada cara sanger untuk penentuan urutan asam amino dalam protein insulin yang bebas dari kontaminasi.

Cara bertingkat yang dilakukan sebagai berikut:

  1. penentuan asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung.
  2. pemutusan rantai plipeptida menjadi fragmen peptida dengan rantai yang lebih pendek dengan enzim tripsin fragmen peptida. Kemudian fragmen tersebut dipisahkan satu dari yang lain dengan cara elektroforesis atau kromatografi. Tiap fragmen peptida dihidrolisis sempurna dan asam amino ditentukan.
  3. asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung tiap fragmen peptida yang didapat dari no 2 ditentukan, sehingga urutan asam amino tiap fragmen peptida (dipeptida atau tripeptida) dapat ditentukan.
  4. fragmen peptida yang lebih panjang dari tripeptida, ditentukan urutan asam amino dengan cara edman, yaitu dengan pereaksi fenilisotisianat.
  5. diambil polipeptida asal dan pemotongan rantai menjadi fragmen diulangi lagi, tetapi dengan mempergunakan enzim lain, misalnya kimotripsin atau pepsin. Kimotripsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus karboksilnya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan atau tirosin. Pepsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus aminonya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan, tirosin, lesin, asam aspartat, asam glutamat.
  6. Dibandingkan komposisi asam amino dan asam amino N-ujung serta C-ujung dari fragmen yang dihasilkan kedua cara hidrolisis tersebut, maka urutan yang benar sisa asam amino dalam polipeptida asal dapat ditentukan.


 

7. Organisasi struktur protein

Struktur tiga dimensi protein dapat dijelaskan dengan mempelajari tingkat organisasi struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.

a. Struktur primer

Struktur primer protein ditentukan oleh ikatan kovalen antara residu asam amino yang berurutan yang membentuk ikatan peptida.Struktur primer dapat digambarkan sebagai rumus bangun yang biasa ditulis untuk senyawa organik.Untuk mengetahui struktur primer protein diperlukan cara penentuan bertingkat yaitu:

1.Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri dari protein

2.Pemutusan ikatan antara rantai polipeptida yang satu dengan lainnya.

3.Pemisahan masing-masing rantai polipeptida

4.Penentuan urutan asam amino dari masing-masing rantai polipeptida dengan cara sanger.

b. Struktur sekunder

Struktur ini terjadi karena ikatan hidrogen antara atom O dari gugus karbonil (C=O) dengan atom H dari gugus amino (N-H) dalam satu rantai pilipeptida,memungkinkan terbentuknya konfirasi spiral yang disebut Struktur helix.Rantai paralel yang berkelok-kelok disebut konfirmasi –ß,rantai dihubung silangkan oleh ikatan hidrogen sehingga membentuk suatu struktur yang disebut lembaran berlipat-lipat.Struktur polipeptida dalam protein serabut pada rambut dan wol berbentuk spiral yang berarah putar kekanan. Yang disebut dengan ð-helix,sedang yang berkelok-kelok disebut ß-kerotin.

c. Struktur tersier

  • Struktur tersier terbentuk karena terjadinya perlipatan (folding) rantai ð-helix,konformasi ß,maupun gulungan rambang suatu polipeptida,membentuk protein glubular,yang struktur tiga dimensinya lebih rumit daripada protein serabut.
  • Kemantapan struktur tersier suatu molekul protein selain disebabkan oleh ikatan kovalen seperti ikatan peptida dan ikatan disulfida juga oleh ikatan tak-kovalen yang menunjangnya yaitu yang menyebabkan terjadinya pelipatan tersebut.

d. Struktur kuartener

Sebagian besar protein berbentuk globular yang mempunyai berat molekul lebih dari 50 ribu merupakan suatu obligomer,yang terjadi dari beberapa rantai polipeptida yang terpisah yang disebut juga dengan protomer yang saling mengadakan interaksi membentuk struktur kuartener dari proteina obligomer tersebut.

  1. Metabolisme Lemak

Lemak atau lipid terdapat pada semua bagian tubuh manusia terutama pada bagian otak, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses metabolisme secara umum. Sebagian lipid jaringan tersebar sebagai komponen utama membrane sel dan berperan mengatur jalannya metabolisme di dalam sel.

Beberapa peranan biologi yang penting dari lipid adalah sebagi berikut:

  • Komponen struktur membran
  • Lapisan pelindung paad beberapa jasad
  • Bentuk energi cadangan
  • Komponen permukaan sel yang berperan dalam proses interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam proses kekebalan jaringan
  • Sebagai komponen dalam proses pengangkutan melalui membran.


 

1. Biosintesis Asam Lemak

    Biosintesis asam lemak sebagai bagian dari biosintesis lipida adalah suatu proses metabolisme yang penting dalam jasad hidup. Hal ini benar jika diingat jaringan hewan mempunyai kemampuan terbatas untuk menyimpan energi dalam bentuk karbohidrat. Dalam hal ini sebagian dari polisakarida dirombak melalui proses glikolisis menjadi asetil ko-A, yang merupakan prazat untuk biosintesis asam lemak dan triasilgliserol. Senyawa lipid ini mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan karbohidrat dan dapat disimpan sebagai cadangan energi yang besar di dalam jaringan lemak. Di dalam tumbuhan, senyawa lipid disimpan sebagai cadangan energi yang cukup besar di dalam biji dan buah.

    Biosintesis asam lemak dari asetil ko-A terjadi di hampir semua bagian tubuh hewan, terutama di dalam jaringan hati, jaringan lemak dan kelenjar susu. Biosintesis ini berlangsung dalam sitoplasma, membutuhkan asam sitrat sebagai kofaktor dan membutuhkan CO sebagai factor pembantu dalam mekanisme pemanjangan rantai asam lemak, meskipun CO tidak tergabung ke dalam asam lemak tersebut.

    
 


 


 


 


 

Berikut ini merupakan reaksi keseluruhan dari biosintesis asam lemak:

a. Tahap penggantian asetil Co-A. Pembentukan malonil-Co-A.


 


 

Asetil-SCoA biotin HOOC-CH-CO-SCoA

Asetil Co-A karboksilase Malonil - CoA

  1. Tahap pemanjangan rantai secara kontinu (proses de novo)


 


 

7 malonil – CoA 7 malonil – S – ACP


 


 


 

asetil – CoA asetil – S – ACP palmitoil – S - ACP


 


 


 

c. Pemanjangan rantai secara tahap demi tahap


 


 

Palmitoil – ScoA steroil – ScoA dan seterusnya

Gambar 26. Ketiga tahap utama mekanisme biosintesis asam lemak


 

2. Katabolisme Asam Lemak

    Asam lemak adalah suatu senyawa yang terdiri dari rantai panjang hidrokarbon dan gugus karboksilat yang terikat pada ujungnya. Asam lemak mempunyai dua peranan fisiologi yang penting. Pertama, sebagai satuan pembentuk fosfolipid dan glikolipid yang merupakan molekul amfipatik sebagai komponen mmbran biologi.


 


 

a. Oksidasi asam lemak: oksidasi beta.

Asam lemak mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber pembentuk energi dalam tumbuhan dan hewan. Sebagian besar dari padanya disimpan dalam bentuk senyawa trigliserida di dalam sel. Sebagian besar asam lemak bebas yang mengalami katabolisme berasal dari proses hidrolisis trigliserida oleh enzim lipase yang terdapat di dalam sel jaringan lemak. Asam lemak ini dikeluarkan dari sel, berikatan dengan serum albumin yang kemudian bersama aliran darah dibawa ke jaringan lainnya di dalam tubuh untuk selanjutnya mengalami oksidasi. Dalam hal ini asam lemak yang masuk ke jaringan lebih dulu dipergiat dengan perantaraan enzim di dalam sitoplasma, baru kemudian dapat dimasukkan ke dalam mitokondrion untuk selanjutnya mengalami proses oksidasi menghasilkan energi yang dipakai untuk segala kegiatan dalam tubuh yang memerlukan energi.


 

    Oksidasi sempurna asam lemak berantai panjang di dalam semua sel jaringan hewan mamalia, kecuali di dalam sel otak, menghasilkan CO dan HO sebagai hasil akhir. Dalam keadaan tertentu oksidasi asam lemak dalam sel otak menghasilkan asam β-hidroksibutirat. Kelincahan gerak, penyebaran, dan oksidasi asam lemak yang terjadi di dalam tubuh berlangsung secara terpadu dengan proses metabolisme karbohidrat dan diatur oleh sistem hormon endokrin yang rumit.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Asam lemak asil asam lemak koenzim – A


 

(2)


 

Enoil – CoA


 

     (3)


 

Hidroksi asil – CoA


 

(4)


 

Ketoasil – CoA


 


 


 

    (5)


 


 


 


 

Gambar 27. Proses β-oksidasi asam lemak.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BIOTEKNOLOGI


 


 

  1. Definisi Bioteknologi

Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur dari Hongaria. Pada tahun 1917 istilah bioteknologi digunakan untuk mendiskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970 bioteknologi selalu berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemikal
enginering) dan pada umumnya perkuliahan yang berhubungan dengan bioteknologi juga diberikan oleh Jurusan Rekayasa Kimia atau Rekayasa Biokimia.

Bioteknologi merupakan teknologi yang menggunakan organisme hidup atau bagian-bagiannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Dengan kata lain, bioteknologi merupakan penggunaan organisme atau sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menghasilkan produk yang berguna.


 

  1. Bioteknologi Klasik dan Bioteknologi Modern

    Selama beribu-ribu tahun kita telah menggunakan mikroba seperti khamir dan bakteri untuk membuat produk-produk yang berguna seperti roti, anggur, keju, toghurt, tempe dan nata de coco. Produk-produk makanan dan minuman tersebut termasuk hasil dari bioteknologi klasik.

    Bioteknologi modern dimulai dengan produksi bahan kimia dalam skala besar dengan menggunakan mikroorganisme. Bioteknologi modern telah berkembang secara pesat sejak munculnya teknik-teknik biologi molekul (teknologi DNA rekombinan), sehingga manusia dapat mengotak-atik susunan genetik dari mahluk hidup.

Dengan munculnya teknik-teknik biologi molekul inilah, bioteknologi dikatakan merupakan suatu terobosan teknologi yang revolusioner. Selama periode tahun 1960-an sampai tahun 1970-an, pengetahuan kita tentang biologi sel dan molekuler sampai pada suatu titik yang memungkinkan kita untuk memanipulasi suatu organisme ditaraf seluler atau molekuler. Memanipulasi suatu organisme untuk kepentingan umat manusia bukanlah suatu hal yang baru, yang baru adalah bagaimana melakukan manipulasi tersebut.


 


 


 

Gambar 28. Penemuan struktur DNA tahun 1953 sebagai pembuka perkembangan bioteknologi molekuler oleh James Watson dan Francis Crick.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Sebelumnya, kita menggunakan suatu organisme utuh tetapi sekarang menggunakan sel-sel dan molekul organisme tersebut. Sebelumnya kita melakukan manipulasi tanpa mengetahui mekanisme yang mendasari manipulasi tersebut. Cara manipulasi kita sulit diprediksi hasilnya. Tetapi kita sekarang mengerti manipulasi yang kita lakukan pada taraf yang paling mendasar aitu pada taraf molekuler atau gen. Oleh karena itu, kita dapat memprediksi pengaruh manipulasi yang dilakukan dan mengarahkan perubahan yang diinginkan dengan tingkat ketepatan yang tinggi.


 

  1. Perkembangan Bioteknologi

    Bioteknologi sudah ada sejak 10.000 tahun yang lalu. Mikroorganisme sudah digunakan orang dalam pembuatan bir, cuka, yoghurt, dan keju. Pada zaman romawi, anggur sudah dikenal orang. Pembuatan bahan kimia pertama dengan menggunakan mikroorganisme dilakukan pada abad ke-14, yaitu pada pembuatan etanol. Industri fermentasi modern dikenal sejak perang dunia I, yaitu produksi dalam skala besar berbagai bahan kimia, seperti gliserol dengan menggunakanm ragi, aseton-butanol dengan menggunakan bakteri Clostridium acetobutilicum dan asam sitrat dengan menggunakan jamur Aspergillus niger. Fermentasi semi kontinu mulai dikenal selama perang dunia II. Perang dunia II memicu orang untuk meningkatkan produksi anti bioik penisilin. Produksi penisillin berhasil ditingkatkan dengan memperbaiki galur jamur yang digunakan dan mengembangkan teknologi fermentasi dalam skala besar. Pencarian antibiotik lain dari berbagai mikroorganisme lain juga terus dilakukan. Sesudah tahu 1960-an, kultur sel hewan dalam skala besar mulai digunakan dalam pembuatan vaksin dan pembuatan obat seperti ionterferon.

    Berbeda dengan kultur mikroorganisme, kultur sel tidak dapat tumbuh sebagai suspensi tetapi memerlukan suatu permukaan tempat melekatnya sel hewan. Pada tahun 1970-an berhasil dibuat hibridoma, yaitu hasil fusi sel tumor denagn sel limfosit penghasil antibodi. Masing-masing sel hibridoma menghasilkan antibodi monoklonal, yaitu antibodi terhadap bagian spesifik dari suatu protein. Antibodi monoklonal banyak digunakan dalam diagnostik, terapi terhadap suatu penyakit dan proses pemurnian protein. Kultur sel tumbuhan dapat diregenerasi menjadi tanaman baru. Dari suatu kultur sel tumbuhan dapat dihasilkan ratusan tanaman baru. Sel yang bebas dari virus dapat diisolasi dan dikulturkan sehingga dapat dihasilkan tanaman yang bebas virus dan ini dapat meningkatkan produksi.


 


 

Gambar 29. Seleksi buah-buahan yang menguntungkan dan pemanfaatan mikrobia dalam pembuatan bir telah lama dilakukan oleh manusia


 

Pada tahun 1980-an, bioteknologi berkembang secara pesat akibat munculnya teknologi DNA rekombinan yang memberi kemampuan bagi manusia untuk memotong dan menyambung kembali molekul DNA secara in-vitro. Dengan demikian gen yang berasal dari suatu spesies dapat dipindahkan ke spesies lain. Dengan teknologi DNA rekombinan, bakteri Escherichia coli dapat digunakan untuk memproduksi hormon manusia dalam skala besar. Hewan dan tumbuhan dapat dimodifikasi dengan menambahkan gen yang berasal dari spesies lain sehingga diperoleh hewan atau tumbuhan transgenik. Aplikasi komersial pertama dari teknologi DNA rekombinan adalah produksi protein skala besar oleh bakteri, seperti protein yang berupa hormon dan enzim. Kemudian produksi molekul kecil dapat dilakukan dengan mengklon gen-gen yang terlibat dalam biosintesis molekul tersebut dalam satu fragmen DNA. Penggunaan DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an, memungkinkan orang untuk mengisolasi fragmen DNA tertentu dari satu sel kemudian dilipatgandakan misalnya sel yang terdapat ujung rambut, bercak darah kering atau fosil yang berumur ribuan tahun. Teknik ini dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis penyakit dan mencari bukti kejahatan pada ilmu forensik.

Tabel 1. Perkembangan Sejarah Bioteknologi Molekuler

Tahun  

Peristiwa  

1917

1943

1944


 

1953

1961

1961-1966

1970

1972


 

1973

1975

1976

1978

1980

1981


 

1981


 

1982


 

1983

1988


 

1988

1990 

Karl ereky memperkenalkan istilah bioteknologi

Penisilin diproduksi dalam skala industri

Avery, Mac Leod, Mc Carty mendemoonstrasikan bahwa DNA adalah bahan genetik

Watson dan Crik menentukan struktur DNA

Jurnal Biotechnology and bioengineering ditetapkan

Seluruh sandi genetik terungkap

Enzim restriksi endonuklease pertama kali diisolasi

Khorana dan kawan-kawan berhasil mensintesis secara kimiawi seluruh gen DNA

Boyer dan Cohen memaparkan teknologi DNA rekombinan

Kohler dan Milstein menjabarkan produksi antibodi monoklonal

Perkembangan teknik-teknik untuk menentukan sekuen DNA

Genentech menghasilkan insulin manusia dalam E.coli

US Spreme Court: mikroorganisme hasil manipulasi dapat dipatenkan

Untuk pertama kalinya automated DNA synthesizers dijual secara komersial

Untuk pertama kalinya kit diagnostik berdasarkan antibodi disetujui untuk dipakai di Amerika Serikat

Untuk peratma kalinya vaksin hewan hasil teknologi DNA rekombinan disetujui pemakaiannya di Eropa

Plasmid Ti hasil rekayasa genetik dipakai untuk transformasi tanaman

US Patent diberikan untuk mencit hasil rekayasa sehingga rentan terhadap kanker

Metode polymerase Chain Reaction dipublikasikan

USA: telah disetuji percoban terapi gen sel somatik pada manusia


 

  1. Bioteknologi Hulu dan Bioteknologi Hilir

Suatu proses industri bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan utama, seperti pada Gambar 1 di bawah ini.


 


 


 


 

Gambar 1. Tahap-tahap Utama dalam Proses Industri/Bioteknologi

  1. Proses hulu: melibatkan serangkaian perlakuan pada bahan mentah sehingga dapat digunakan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme sasaran
  2. Fermentasi dan transformasi: penumbuhan mikroorganisme sasaran dalam bioreaktor besar (biasanya lebih dari 100 liter) yang diikuti dengan produksi (hasil biotransformasi) bahan yang diinginkan, misalnya: antibiotik, asam amino, enzim, atau asam-asam organik
  3. Proses hilir: pemurnian senyawa atau bahan yang diinginkan dari medium fermentasi atau dari massa sel

Penelitian-penelitian bioteknologi dimaksudkan untuk memaksimalkan efisiensi tiap tahap dalam proses bioteknologi serta dapat menemukan miokroorganisme yang sesuai untuk produksi pangan, pakan, suplemen pangan dan obat-obatan. Selama tahun 1960-an sampai tahun 1977-an, penelitian-penelitian ini difokuskan pada proses hulu, desain bioreaktor dan proses hilir.oleh karena itu banyak dihasilkan informasi yang menjadi dasar penting bagio pembuatan bioreaktor serta instrumentasinya, serta teknologi scale-up yang lebih efisien dalam menghasilkan berbagai produk.

Dari keseluruhan proses industri bioteknologi, bagian biotransformasi merupakan komponen yang paling sulit dioptimalkan secara sistematis. Paad umumnya galur-galur mikroba yang diisolasi dari alam tidak optimal untuk dipakai langsung dalam industri bioteknologi. Oleh larena itu, induksi mutasi melalui mutagenesis kimia atau radiasi ultraviolet digunakan untuk mengubah secara acak susunan genetik suatu galur mikroba, dengan harapan dapat diperoleh galur yang profilnya lebih optimal. Dalam beberapa hal misalnya dalam produksi antibiotik, cara-cara mutasi acak dan seleksi telah berhasil dilakukan. Meskipun demikian, pada sebagian industri bioteknologi lainnya, mutasi acak justru munurunkan produksi atau hasilnya sulit sekali di prediksikan, karena adanya mutasi pada bagian-bagian lain dari genom mikroba yang bersangkutan. Selain itu, derajad perbaikan galur masih sangat dibatasi oleh sistem biologi yang ada. Contohnya dalam produlsi asam sitrat digunaka Aspergillus niger yang memnag sangat tinggi rendemennya. Tetapi untuk fermentasi nedia padat, spora kapang ini dapat menyebabkan masalah medis yang relatif sulit penanganannya di lapangan. Sementara itu mutasi acak untuk meniadakan spora dari Aspergillus niger tanpa menurunkan rendemen asamnya sangat sulit dilakukan tanpa melewati batas-batas biologi Aspergillus niger.


 

  1. Teknologi Teknologi Yang Mendasari Bioteknologi

    Beberapa teknologi yang mendasari Bioteknologi:

    1. Teknologi Antibodi Monoklonal (TAM)

Teknologi antibodi monoklonal menggunakan sel-sel sistem imunitas yang membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita tersusun dari sejumlah tipe sel yang bekerja sama untuk melokalisir dan menghancurkan substansi yang dapat memasuki tubuh kita. Tipa tipe sel mempunyai tugas khusus. Beberapa dari sel tersebut dapat membedakan dari sel tubuh sendiri (self) dan sel-sel asing (non self). Salah satu dari sel tersebut adalah sel limfosit B yang mampu menanggapi masuknya substansi asing denngan spesivitas yang luar biasa.

Dengan mengetahui cara kerja anti bodi, kita dapat memanfaatkannya untuk keperluan deteksi, kuantitasi dan lokalisasi. Pengukuran dengan pendeteksian dengan menggunakan TAM relatif cepat, lebih akurat, dan lebih peka karena spesifitasnya tinggi.

TAM saat ini digunakan untuk deteksi kehamilan, alat diagnosis berbgai penyakit infeksi dan deteksi sel-sel kanker. Karena spesifitasnya yang tinggi maka TAM dapat digunakan untuk membunuh sel kanker tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat. Selain kegunaannya untuk mendiagnosis penyakit pada manusia, TAM juga banyak dipakai untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada tanaman dan hewan, kontaminasi pangan dan polutan lingkungan.

2. Teknologi Bioproses

    Teknologi bioproses menggunakan sel-sel hidup atau komponen mekanisme biokimia untuk mensintesis, menguraikan atau membebaskan energi. Kebanyakan yang dipakai adalah sel organisme bersel tunggal seperti bakteri, archae bakteri dan khamir. Sedangkan komponen seluler yang sering dipakai adalah sekelompokmprotein yang disebut enzim.

a). Fermentasi. Teknologi bioproses yang paling kuno dan paling dikenal adalah fermentasi melalui mikroba. Pada mulanya produk fermentasi asal mikroba diperoleh dari serangkaian reaksi yang dikatalis enzim untuk menguraikan glikosa. Dalam proses penguraian glukosa untuk mendapatkan energi, mikroba melakukan reaksi sintesis senyawa sampingan yang dapat digunakan untuk keperluan manusia, seperti: karbondioksida untuk mengembangkan roti, etenol untuk produksi anggur dan bir, asam laktat untuk produksi yoghurt dan susu fermentasi lainnya, serta asam asetat untuk berbagai jenis cuka dan acar. Sekarang kita telah mengembangkan pemakaian mesin biokimia ini sampi diluar lintasan metabolisme penguraian glukosa. Kita telah memanfaatkan fermentasi asal mikroba untuk mensintesis berbagai macam produk lain termasuk anti biotik, asam amino, hormon, vitamin, pelarut-pelarut organik, pestisida, bahan-bahan pembantu proses pengolahan pangan, pigmen, enzim, inhibitor enzim dan berbagai bahan biofarmasi.

b). Biodegradasi. Mikroba dan enzim yang digunakan untuk menguraikan molekul-molekul organik dapat membantu kita untuk membersihkan atau memecahkan sejumlah masalah lingkungan tertentu seperti: tumpahan minyak, tempat-tempat pembuangan bahan toksik, dan residu pestisida. Pemanfaatan populasi mikroba untuk membersihkan polusi lingkungan disebut bioremediasi. Salah satu contoh adalah bioremediasi dalam pemakaian bakteri pemakan minyak untuk membersihkan tumpahan minyak Exxon Valdez di Prince William Sound, Alaska pada tahun 1989 dan tumpahan minyak di Irak setelah perang teluk 1991. Di masa mendatang kita dapat menggunakan limbah rumah tangga dan pertanian untuk memproduksi energi melalui bantuan mikroba. Berbagain jenis mikroba juga berperan untuk mencegah terjadinya ledakan penyakit, baik dalam bidang pertanian, perikanan, maupun peternakan. Pemakaian bakteri tertentu untuk biokondisioner sudah sangat dikenal di sektor pertambakan udang dan pertanian tanaman tertentu.

3. Teknologi Sel dan Kultur Jaringan

Teknologi sel dan kultur jaringan adalah teknologi yang memungkinkan kita menumbuhkan sel jaringan dalam nutrien sesuai di laboratorium.

    4. Kultur sel tanaman. Kulturr sel dan jaringan tanaman merupakan aspek yang sangat penting dalam bioteknologi tanaman. Teknologi ini berlandaskan pada kemampuan unik sel-sel atau jaringan tanam untuk menghasilkan tanaman multiseluler dari satu sel tunggal yang dapat berdiferensiasi (totipotensi). Rekayasa genetika tanaman biasanya dilakukan pada taraf satu sel tunggal. Jika satu sel daun direkayasa agar membawa sifat yang menguntungkan misalnya membawa sifat yang resisten terhadap serangga, maka sel tersebut harus dapat berkembang menjadi tanaman utuh sehingga dapat bermanfaat bagi petani.

    5. Kultur sel hewan. Sel dan jaringan tumbuahn bukan satu-satunya yang dipakai dalam bidang pertanian. Dengan menggunakan kultur sel insekta (serangga) untuk menumbuhkan virus-virus yang dapat menginfeksi serangga memungkinkan kita untuk memperluas pemakaian virus dan baculovirus sebagai agen biokontrol. Masyarakat medis menggunakan kultur sel untuk mempelajari aspek keamanan da efektivitas senyawa biofarmasi, mekanisme molekuler infeksi virus dan replikasinya, sifat toksisitas suatu senyawa serat dasar-dasar biokimia sel. Kombinasi antara kultur sel mamalia dan teknologi bioproses akan memberikan harapan untuk memproduksi senyawa seluler tertentu dalam jumlah besar. Studi lanjut dalam kultur sel mamalia saat ini memungkinkan para pakar untuk menumbuhkan berbagai jenis sel manusia yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memproduksi suatu jaringan tertentu untuk mengganti suatu jaringan yang rusak atau hilang, misalnya karena penyakit atau kecelakaan.

6. Teknologi Biosensor

Teknologi biosensor merupaka gabungan antara biologi molekuler dan mikroelektronika. Suatu biosensor adalah suatu alat pendeteksi yang terdiri dari suatu substansi biologi ayng digandengkan dengan suatu transduser elektronika. Substansi bioogis dapat berupa mikroba, sel tunggal dari hewan multi seluler atau komponen seluler seperti enzim atau anti bodi. Biosensor memungkinkan kita untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa yang hanya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah.

Biosensor bekerja apabila senyawa kimia yang diukur konsentrasinya bertumbukan dengan detektor biologis, sehingga trasduser akan menghasilkan suatu arus listrik kecil. Besar kecilnya sinyal listrik ini sebanding dengan konsentrasi senyawa kimia yang terdapat di lingkungan tersebut.

Teknologi biosensor dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti pengukuran derajad kesegaran suatu bahan pangan, memonitor suatu proses industri, atau mendeteksi suatu senyawa yang terdapat dalam jumlah kecil di dalam darah.

7. Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika yang seringkali sinonim dengan teknologi DNA rekombinan merupakan tulang punggung dan pemicu lahirnya bioteknologi molekuler. DNA rekombinan dikonstruksi dengan manggabungkan materi genetik dari dua atu lebih sumber yang berbeda atau melakukan perubahan secara terarah pada suatu materi genetik tertentu. Di alam, materi genetik melakukan rekombinasi secara konstan. Berikut ini merupakan beberapa contoh rekombinasi dari dua sumber atau lebih:

  • Rekombinasi saat pendah silang dalam pembentukan gamet pada proses meiosis
  • Saat sperma dan ovum melebur pada proses fertilisasi
  • Saat bakteri melakukan transaksi bahan genetik melalui konjugasi transformasi atau trasduksi.


 


 

Gambar 31. Teknologi DNA Rekombinan pertama kali oleh Stanley Cohen dan Herbert Boyer. (1973)


 


 


 


 


 


 


 


 

Stanley Cohen (Stanford) Herbert Boyer (UCSF)

Dalam tiap contoh rekombinasi tersebut dapat dimengerti bahwa rekombinasi merupakan salah satu cara untuk menungkatkan terjadinya keragaman hayati di alam. Materi genetik yang ada di alam menyajikan suatu bahan mentah evolusi yang dilakukan oleh seleksi alam atau seleksi buatan yang dilakukan oleh manusia.

8. Penggunaan variasi genetik dalam pemuliaan. Setelah manusia mampu melakukan domestikasi, maka mulailah terjadi pemuliaan secara selektif untuk mengubah bahan genetiknya sesuai dengan keinginan. Suatu individu tertentu dalam populasi, yang berarti suatu materi genetik tertentu, disukai oleh manusia dan dipakai sebagai induk untuk generasi-generasi berikutnya. Dengan menyeleksi sutu variasi genetik tertentu dari suatu populasi dan menyingkirkan variasi genetik lainnya, berarti kita sudah melakukan rekombinasi bahan genetik dengan terarah dan dengan tujuan khusus. Akibatnya, secara rfadikal kita telah mengubah bahan genetik organisme yang telah kita domestikasikan.

a). Variasi genetik melalui rekayasa genetika. Rekayasa genetika atau teknologi DNA dapat diartikan sebagi teknik molekuler yang tepat dan mampu menggabungkan molekul DNA tertentu dari sumber-sumber berbeda. Rekombinasi DNA dilakukan dengan menggunakan enzim (enzim retriksi dan enzim ligase) yang dapat melakukan pemotongan dan penyambungan DNA dengan tepat dan dapat diperkirakan. DNA rekombinan selanjutnya dimasukkan kedalam organisme sasaran melalui introduksi langsung (transformasi) melalui virus atau bakteri.

b). Pemuliaan selektif vs rekayasa genatika. Pada dasarnya, rekayasa genetika dan pemuliaan selektif memiliki kesamaan, namun kedua teknik ini juga memiliki perbedaan penting.


 


 


 


 


 


 


 

Tabel 2. Perbedaan Antara Pemuliaan Selektif dan Rekayasa Genetika

Parameter  

Pemuliaan Selektif 

Rekayasa Genetika 

Tingkat

Ketepatan

Kepastian


 

Batasan taksonomi  

Organisme utuh

Sekumpulan gen

Perubahan genetik sulit atau tidak mungkin dikarakterisasi

Hanya dapat dipakai dalam satu spesies atau satu genus 

Sel atau molekul

Satu gen tunggal

Perubahan bahan genetik dikarakterisasi dengan baik

Tidak ada batasan taksonomi 


 

    Dalam rekayasa genetika, kita memindahkan satu gen tunggal yang fungsinya sudah diketahui dengan jelas, sedangkan dengan pemuliaan selektif yang ditransfer adalah sekumpulan gen yang fungsinya tidak diketahui. Dengan meningkatkan ketepatan dan kepastian dalam manipulasi gen, maka risiko untuk menghasilkan organisme dengan sifat-sifat yang tidak diharapkan dapat diminimumkan.

    Dalam pemuliaan selektif, kita mengawinkan organisme dari satu spesies, dari spesies yang berbeda, dan kadang-kadang dari genus yang berbeda. Dalam rekayasa genetika sudah tidak ada lagi hambatan taksonomi.

9. Teknologi Rekayasa Protein

Teknologi rekayasa protein sering digunakan bersamaan dengan rekayasa genetiak untuk menungkatkan profil atau kinerja suatu protein, dan untuk mengkonstruksi protein baru yang secara alami tidak ada. Dengan teknologi rekayasa protein, kita dapat meningkatkan daya katalis suatu enzim sehingga dapat lebih produktif pada kondisi proses-proses inustri. Selain itu, kemajuan dalam rekayasa protein juga memungkinkan kita membuat enzim baru dengan dasar antibodi, yang disebut abzyme.


 


 


 


 

Latihan soal:


 

  1. Yang terjadi pada reaksi gelap cahaya adalah, kecuali.................
    1. Memanfaatkan energi dari reaksi terang
    2. Memerlukan O
    3. Reduksi CO
    4. Menghasilkan glukosa
  2. Pada reaksi terang, penyimpanan energi matahari dalam bentuk......
    1. ATP
    2. ADP
    3. NADP
    4. NADPH
      1. CO
  3. 1 molekul glukosa, dalam penguraian sempurnanya membentuk CO dan HO menghasilkan energi sebanyak.......
    1. 6 ATP
    2. 8 ATP
    3. 24 ATP
    4. 38 ATP
  4. Dibawah ini merupakan pengertian glikolisis, kecuali........
    1. Proses penguraian/katabolisme karbohidrat
    2. Reksi dengan produk akhir berupa piruvat
    3. Reaksi yang terjadi dalam sitoplasma
    4. Reaksi yang menghasilkan energi ATP paling besar dalam katabolisme karbohidrat
  5. Pernyataan berikut yang benar adalah........
    1. Suatu asam amino hanya disandikan oleh suatu kodon tertentu
    2. Suatu asam amino bisa disandikan oleh lebih dari satu kodon
    3. Satu atau lebih asam amino dapat disandikan oleh satu kodon
    4. Kodon adalah sekuen tiga ribonukleotida yang berurutan yag terdapat pada suatu tRNA


 

  1. Proses transkripsi dalam biosisntesis protein merupakan .............
    1. proses sintesis DNA
    2. proses sintesis RNA
    3. pembentukan mRNA yang dimulai dari promoter yang terletak disebelah hilir gen
    4. Terjadi dari arah 5' ke 3' dari rantai DNA
  2. Yang dimaksud dengan ekspresi suatu gen adalah.......
    1. Sintesis protein yang dikode oleh gen tersebut
    2. Sintesis RNA yang dikode oleh gen tersebut
    3. Sintesis RNA polimerase oleh gen DNA polimerase
    4. Sintesis protein dari mRNA hasil transkripsi gen tersebut


     

  3. Berikut ini tahap biosintesis asam lemak, kecuali.......
    1. Pembentukan malonil – CoA
    2. Pembentukan asetil – CoA
    3. Tahap pemanjangan rantai secara kontinu
    4. Tahap pemanjangan rantai tahap demi tahap


 

  1. Perbedaan biosintesis asam lemak dengan oksidasi asam lemak adalah...
    1. Biosintesis asam lemak terjadi pada mitokondria, oksidasi asam lemak terjadi pada sitoplasma
    2. Biosintesis asam lemak membutuhkan asam sitrat sebagai kofaktor
    3. Oksidasi asam lemak membutuhkan CO
    4. Biosintesis asam lemak membutuhkan O
  2. Berikut ini jaringan utama biosintesis asam lemak, kecuali.....
    1. Jaringa hati
    2. Jaringan limpha
    3. Kelenjar susu
    4. Jaringan lemak
  3. Yang dimaksud dengan ekspresi suatu gen adalah.......
    1. Sintesis protein yang dikode oleh gen tersebut
    2. Sintesis RNA yang dikode oleh gen tersebut
    3. Sintesis RNA polimerase oleh gen DNA polimerase
    4. Sintesis protein dari mRNA hasil transkripsi gen tersebut
  4. Pada proses translasi.........
    1. Sub unit kecil ribosom terikat pada mRNA kemudian sub unit besar bergabung
    2. Iaktan peptida terbentuk akibat enzim aminoasil sintetase
    3. Aminoasil tRNA membentuk kompleks dengan EF-Tu dan GDP
    4. Enzim transferase peptidil menggerakkan ribosom sejauh satu kodon sepanjang mRNA
  5. Promoter merupakan.....
    1. Suatu gen dimana RNA polimerase terikat untuk dapat menginisiasi transkripsi
    2. Suatu urutan nukleotida spesifik dimana RNA polimerase terikat untuk dapat menginisiasi transkripsi
    3. Suatu tempat dimana RNA polimerase terikat untuk dapat menginisiasi translasi
    4. Suatu urutan nukleotida dimana DNA polimerase terikat untuk dapat menginisiasi transkripsi

14. Manakah dari industri berikut ini yang berdasarkan bioteknologi?

  1. Industri kertas
  2. Industri produksi antibiotika
  3. Industri pupuk urea
  4. Jawaban A,B,C benar

15. Salah satu perbedaan bioteknologi klasik dengan bioteknologi modern adalah:

  1. Bioteknologi klasik menggunakan mikroorganisme sedangkan bioteknologi modern menggunakan organisme tingkat tinggi
  2. Bioteknologi klasik menghasilkan makanan sedangkan bioteknologi modern menghasilkan bahan kimia
  3. Produksi pada bioteknologi klasik dilakukan dalam skals kecil sedangkan produksi pada bioteknologi modern dilakukan dalam skala besar
  4. Bioteknologi klasik tidak dapat menghasilkan varietas baru sedangkan bioteknologi modern dapat menghasilkan varietas baru
  5. Dari proses berikut ini, mana yang paling sulit dioptimalkan?
  6. Formulasi bahan baku untuk fermentasi
  7. Pemurnian produk hasil fermentasi
  8. Perbaikan galur mikroba
  9. Pembuatan penguikur pH untuk memonitor proses fermentasi
  10. Di bawah ini merupakan aplikasi dari antibodi monoklonal, kecuali......
  11. Kit untuk memurnikan suatu porotein
  12. Kit untuk menguji air kencing seseorang untuk menentukan apakah seseorang hamil atau tidak
  13. Kit untuk mengisolasi DNA dari darah yang ditemukan pada tempat terjadinya kejahatan
  14. Kit untuk menentukan golongan darah dari darah yang ditemukan pada tempat terjadinya kejahatan


 


 

  1. PCR adalah .....
  2. Suatu tekhnik untuk mengisolasi DNA
  3. Suatu tekhnik untuk mengisolasi protein
  4. Suatu tekhnik untuk penggandaan DNA
  5. Suatu tekhnik untuk penggandaan protein
  1. Di bawah ini merupakan contoh dari bioteknologi hewa, kecuali.....
  2. Fertilisasi sapi betina dengan sperma sapi jantan yang telah disimpan di nitrogen cair
  3. Membuat domba transgenik
  4. Membuat antibodi monoklonal
  5. Menambah garam pada pakan sapi agar sapi tambah cepat gemuk
  6. Produksi penisillin dalam skala besar dilakukan sejak...
  7. Alexander Fleming menemukan penisillin
  8. Perang Dunia I
  9. Perang dunia II
  10. Perang dingin antara AS dan Rusia
  11. Hibridoma merupakan.....
  12. Hasil fusi antara sel tumor dengan sel limfosit
  13. Hasil fusi antara sel tumor dengan sel pankreas penghasil insulin
  14. Hasil persilangan antara domba dengan kambing
  15. Hasil fusi antara sel tumor dengan antibodi
  16. Kegiatan di bawah ini termasuk kegiatan bioteknologi hulu kecuali....
  17. Isolasi gen
  18. Mengubah sifat organisme
  19. Mengubah sifat suatu gen
  20. Memurnikan produk suatu gen
  21. Kegiatan ini termasuk kegiatan bioteknologi hilir, kecuali.....
  22. Fermentasi skala kecil untuk menentukan komdisi produksi optimum
  23. Percobaan cara memurnikan produk dengan hasil silang tinggi
  24. Percobaan cara memurnikan produk dengan biaya paling murah
  25. Percobaan untuk menentukan cara menyimpan produk sehingga tahan lama
  26. Hasil bioteknologi di bawah ini dapat digunakan dalam ilmu forensik untuk mencari bukti suatu kejahatan, kecuali...
  27. PCR
  28. Kultur sel hewan
  29. Kultur sel tumbuhan
  30. Antibodi monoklonal
  31. Kegiatan atau proses di bawah ini dapat menggunakan mikroorganisme, kecuali...
  32. Produksi etanol
  33. Menghasilkan tanaman transgenik
  34. Menghasilkan antibodi monoklonal
  35. Kultur sel hewan
  36. Di bawah ini merupakan persaam antara kultur sel hewan dengan kultur sel tumbuhan adalah, kecuali............
  37. Kultur harus ditumbuhkan dalam kondisi steril
  38. Kultur harus cocok
  39. Kultur memerlukan faktor pertanaman
  40. Tidea semua sel bersifat totipotent
  41. Mikroorganisme yang mempunyai peran dalam menghasilkan pupuk hayati adalah sebagai berikut, kecuali.......
  42. Azolla
  43. Rhizobium
  44. Azospirillum
  45. Anabaena
  46. Diantara jenis makanan tradisional ini, salah satunya tidak memanfaatkan mikroba di dalam proses pengerjaannya, yaitu.......
  47. Tempe
  48. Anggur
  49. Tape
  50. Lemper


     

    DAFTAR PUSTAKA

    Antonius Suwanto, 2002, Bioteknologi, Pusat Penerbit Univ. Terbuka Jakarta.


     

    Conn, E.E. 1987. Outlines of Biochemistry. New York USA: John Wiley & Sons.


     

    Girindra, A. 1986. Biokimia. Jakarta : Gramedia


     

    Lehninger, A.L. 1982. Biochemistry. New york : Worth Publisher Inc.


     

    Trehan, K. 1980. Biochemistry. New delhi: Wiley Eastern Limited.


     

    Wirahadikusumah, M. 1983. Biokimia Protein Enzim dan Asam Nukleat. Bandung : Penerbit ITB.

Wirahadikusumah, M. 1983. Biokimia. Bandung : Penerbit ITB